Jumat 07 Dec 2018 22:42 WIB

Meracik Ekonomi Syariah Melalui Novel Cinta

Novel “Sang Penatap Matahari” ditulis selama tiga tahun.

Rep: Irwan Kelana/ Red: Agung Sasongko
  M Gunawan Yasni dan novel “Sang Penatap Matahari”.
Foto: Republika/Irwan Kelana
M Gunawan Yasni dan novel “Sang Penatap Matahari”.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika sebuah pesan tak bisa disampaikan lewat buku teks keagamaan, maka novel bisa menjadi pilihan. Itulah yang dilakukan oleh M Gunawan Yasni.

Praktisi perbankan dan pasar modal syariah itu telah menelurkan dua buku tentang ekonomi syariah, yakni   Ekonomi dan Keuangan Syariah: Pemahaman dan Penerapan Ringkas (Bilingual), dan Ekonomi Sufistik.

Namun, dia merasa belum puas. Sebagai pakar ekonomi syariah dan dosen terbang di beberapa perguruan tinggi, bertahun-tahun ia merasakan kegelisahan. Tokoh yang menekuni ekonomi syariah sejak tahun 2003, merasa memerlukan cara lain untuk menyampaikan pesan kepada masayarakat tentang pentingnya ekonomi syariah.

“Ekonomi syariah kita jalan di tempat. Tantangan dan kendalanya bukan berasal dari luar, tapi justru dari dalam negeri kita sendiri. Saya ingin menyampaikan pesan tersebut kepada masyarakat dalam bentuk cerita yang mengalir melalui tokoh-tokohnya. Sehingga, tanpa terasa pesan itu sampai kepada masyarakat,” kata Gunawan Yasni dalam perbincangan dengan Republika.co.id di Resto Ahmei, Pejaten Village, Jakarta,  Selasa (4/12).

Untuk menyampaikan pesan itulah, anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) di sejumlah Lembaga Keuangan Syariah (LKS) itu  menulis novel yang berjudul “Sang Penatap Matahari”. Novel setebal 454 halaman itu diterbitkan oleh Mogayer Publishing, September 2018.

“Kalau ditanya mengapa saya menulis novel ini, karena saya ingin menggugah, menyadarkan dan mendorong penghayatan masyarakat tentang ekonomi syariah. Ekonomi syariah itu bagus, tapi ada yang menghambat,” ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement