REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kalah dalam gugatan praperadilan yang diajukan oleh Syarbini, tersangka dugaan perambahan kawasan hutan negara Hutan Wisata Dumai, Provinsi Riau. KLHK menyatakan menghormati proses hukum yang membebaskan Syarbini dari status tersangka.
"Tapi, kami juga menyesalkan putusan itu," kata Kepala Seksi Wilayah II Sumatera Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Eduard Hutapea di Pekanbaru, Jumat.
Pengadilan Negeri Dumai mengumumkan putusan praperadilan yang diajukan Syarbini pada Rabu (5/12). Syarbini mengajukan praperadilan yang mempermasalahkan penetapan dan penahanannya sebagai tersangka serta penyitaan alat berat.
Syarbini yang sebelumnya ditahan di Rumah Tahanan Sialang Bungkuk Pekanbaru sejak Oktober 2018 pun bebas setelah gugatan praperadilannya dikabulkan. Namun, alat berat yang disita belum diambil kembali oleh penggugat.
Eduard mengaku sangat menyesalkan putusan hakim yang menyatakan penahanan terhadap Syarbini tidak sah. Hakim beralasan masih ada proses gugatan perdata yang harus diselesaikan terlebih dulu.
"Proses perdata butuh waktu lama, sedangkan proses pidana sekarang harus dihentikan karena putusan praperadilan ini," ujarnya.
Eduard menilai belum ada satu pandangan dari aparat penegak hukum, dalam hal ini hakim, dalam kasus kejahatan lingkungan. Padahal, perambahan di Hutan Wisata Dumai sudah sangat serius.
Syarbini sebelumnya ditahan oleh Balai Gakkum KLHK sejak Oktober 2018. Pria berusia 67 tahun itu sudah lama bermasalah hukum sejak 2013 dalam kasus dugaan perambahan Hutan Wisata Sungai Dumai. Dia sempat ditahan, namun ditangguhkan karena pertimbangan usia sudah tua.
Setelah ditangguhkan penahanannya, tersangka KLHK terhadap surat keputusan penetapan kawasan hutan negara itu di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru. Gugatan itu tidak dikabulkan PTUN, namun dia kembali menggugat KLHK secara praperadilan dan gugatan perdata sampai tingkat kasasi karena merasa dirugikan lahannya masuk dalam kawasan hutan wisata itu.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Dumai dalam sidang perdata pada 17 Oktober 2018 kembali tidak mengabulkan gugatan tersangka. Namun, Eduard mengatakan seminggu jelang putusan tersebut, petugas Gakkum KLHK menemukan bahwa tersangka sudah melakukan aktivitas berupa menggali kanal panjang dengan alat berat.
Keberadaan Hutan Wisata Sungai Dumai yang telah melalui tahapan proses pengukuhan kawasan hutan mulai dari penunjukan kawasan hutan melalui SK Menhut No. 173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986, dan pemetaan kawasan hutan lewat Kepmenhut No. 154/Kpts-II/90 tanggal 10 April 1990. Luas kawasan tersebut mencapai 4.712,5 hektare.
KLHK menilai proses penetapan kawasan hutan tersebut sudah final dan ini harus dijaga dan dikembalikan fungsinya. Namun, proses penyidikan kasus perambahan itu kini terpaksa dihentikan padahal KLHK sudah berusaha sesegera mungkin agar cepat dilimpahkan ke pengadilan. Untuk selanjutnya, kawasan yang dirambah akan direstorasi.