Sabtu 08 Dec 2018 13:15 WIB

Wapres Beri Komando TNI-Polri Operasi di Papua

Wapres menyatakan OPM sudah melanggar HAM

Prajurit TNI mengangkat peti jenazah korban penembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang tiba di Landasan Udara Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Jumat (7/12). Sebanyak 16  jenazah korban penembakan KKB di Nduga dipulangkan dan  diserahterimakan kepada pihak keluarga.
Foto: Abriawan Abhe/Antara
Prajurit TNI mengangkat peti jenazah korban penembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang tiba di Landasan Udara Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Jumat (7/12). Sebanyak 16 jenazah korban penembakan KKB di Nduga dipulangkan dan diserahterimakan kepada pihak keluarga.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rizky Jaramaya, Ronggo Astungkoro, Arif Satrio Nugroho, Febrianto Adi Saputro

PADANG -- Wakil Presiden RI Jusuf Kalla meminta TNI dan Polri melakukan operasi besar-besaran di Kabupaten Nduga, Papua. Hal ini ia sampaikan menyusul pembunuhan pekerja proyek pembangunan jembatan yang diduga dilakukan kelompok separatis Tentara Pembebasan Nasional/Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) di daerah tersebut.

"Untuk kasus ini, polisi dan TNI harus operasi besar-besaran. Karena, ini jelas masalahnya mereka yang menembak, mereka yang melanggar HAM tentunya," ujar Jusuf Kalla di Padang, Sumatra Barat, Kamis (6/12).

Menurut Wapres, kali ini kelompok separatis telah melakukan penyerangan massal dan menghilangkan nyawa orang lain secara brutal. "Ya, sering pola seperti ini ingin lebih soft supaya jangan dituduh kita yang melanggar HAM. Padahal, ini yang melanggar HAM itu siapa? Mereka kan!" kata Jusuf Kalla. Wapres mengatakan, sejauh ini pemerintah masih menunggu laporan hasil evakuasi dan identifikasi korban penembakan massal di Papua.

Insiden penembakan di Nduga ter jadi pada Ahad (2/12) lalu. Aksi itu, menurut kepolisian, dilakukan sekitar 50 orang dengan senjata modern, seperti AK47 dan M16, serta panah dan tombak.

Pihak TNI menuturkan, berdasarkan keterangan penyintas, sebanyak 25 pekerja PT Istaka Karya yang bekerja membangun jembatan di Distrik Yigi dijemput ang gota TPN/OPM kemudian di bawa ke Bukit Kabo dan di eksekusi di lokasi tersebut. Sebelas pekerja sempat melarikan diri, tetapi lima di antaranya tertangkap dan dihabisi dengan senjata tajam. Selain para pekerja tersebut, beberapa lainnya di lokasi yang berdekatan ikut melarikan diri.

Hingga Kamis (6/12) sore, tim TNI-Polri berhasil menemukan 16 jenazah dan sejumlah penyintas. Dari jumlah itu, aparat telah mengevakuasi delapan penyintas dan sembilan jena zah ke Timika, Papua. Para penyintas dievakuasi menggunakan helikopter TNI AD.

"Kita upayakan secepatnya (korban lainnya) dievakuasi. Yang jelas kalau malam ini cuaca sudah tidak memungkinkan, berarti menunggu besok lagi," kata Kapendam XVII/Cendrawasih, Kolonel Inf Muhammad Aidi, kemarin. Ia me nam bahkan, saat melakukan pengevakuasian pada siang hari, tim evakuasi mendapatkan serangan dari TPN/OPM.

Kabid Humas Polda Papua Kombes Musthofa Kamal menambahkan, sebanyak 20 penyintas telah sampai di Timika. Di antara para penyintas terdapat seorang anggota Brimob, beberapa pekerja PT Istaka Karya, pekerja bangunan puskes mas dan sekolah, serta satu pekerja tele komunikasi.

Sedikitnya, 153 pasukan TNI-Polri diterjunkan ke Nduga untuk mengevakuasi dan mengejar para pelaku. Mereka dibekali kendaraan lapis baja dan helikopter. Sementara, pasukan tambahan juga terus didatangkan.

Kadiv Humas Polri Brigjen Mo hammad Iqbal menyatakan, insiden penembakan di Distrik Yigi mulai meningkat selepas kedatangan pasukan TPN/OPM yang dipimpin Egianus Kogoya. "Daerah kejadian, Distrik Yigi, semula aman. Tapi, kelompok Egianus Kogoya pindah ke sana," kata Mohammad Iqbal, kemarin.

 

photo
Kronologi pembantaian pekerja di Papua

Pihak TPN Papua Barat (TPNPB), sebutan lain dari TPN/OPM, telah mengklaim bertanggung jawab atas penembakan di Nduga. Mereka berdalih telah memantau para pekerja selama tiga bulan dan melakukan penyergapan karena yakin para pekerja merupakan anggota TNI. Hal tersebut dibantah pihak TNI maupun PT Istaka Karya.

TPNPB juga menyatakan penyerangan dipimpin Egianus Kogoya yang merupakan panglima daerah Makodap III Ndugama. Aksi di Distrik Yigi adalah yang kesekian kalinya dilakukan TPNPB di Nduga tahun ini. Pada 25 Juni lalu, menjelang pilkada serentak 2018, mereka menembaki pesawat Twin Otter Trigana Air. Tiga warga sipil juga dibunuh dalam peristiwa itu.

Pihak TPNPB mengklaim, yang mereka lakukan merupakan perlawanan atas pembangunan oleh pemerintah pusat di Nduga. Pada Juli lalu, mereka sedianya telah menantang pihak TNI-Polri untuk memburu mereka. "Engkau menurunkan pasukan banyak, kami juga punya pasukan, silakan datang, kata Egianus Kogoya, dalam pernyataan yang dilansir TPNPB saat itu. Tantangan itu kembali diulangi Juru Bicara TPNPB Sebby Sambom terkait pembunuhan di Nduga. Kami tidak takut," ujar dia saat dihubungi Republika.

Sementara itu, anggota DPD asal Papua, Charles Simaremare, berharap aparat keamanan tidak serampangan menindak pelaku penembakan. Proses terhadap para pembunuh, kata Charles, harus sesuai hukum yang berlaku.

"Jangan sampai salah tangkap, apalagi salah tembak. Jangan sampai karena terbawa emosi akhirnya serba salah. Orang yang tidak berdosa jadi korban lagi," kata Charles di Jakarta.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement