REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Demonstran rompi kuning Prancis kembali menggelar aksi demonstrasi pada Sabtu (8/12) di Paris. Itu merupakan demonstrasi yang memasuki pekan keempat.
Dalam demonstrasi terbaru ini, demonstran kembali terliibat bentrok dengan polisi antihuru hara. Mereka melemparkan proyektil, membakar mobil, dan merusak toko-toko dan restoran.
Pihak berwenang mengatakan sekitar 8.000 orang ikut serta dalam demonstran di Paris. Sementara itu, sekitar 90 ribu orang mengadakan aksi protes di seluruh negeri. Lebih dari 50 orang dilaporkan terluka, termasuk tiga petugas polisi.
Demonstran rompi kuning dimulai pada 17 November lalu. Saat itu, 300 ribu demonstran di seluruh negeri turun ke jalan untuk memprotes tingginya biaya hidup dan reformasi ekonomi liberal presiden Prancis, Emmanuel Macron.
Pemerintah pada pekan ini membatalkan rencana kenaikan pajak BBM sebagai upaya untuk meredakan ketegangan. Namun, aksi demonstrasi telah berubah menjadi gerakan anti-Macron.
"Gerakan protes telah melahirkan "monster"", ujar Menteri Dalam Negeri Christophe Castaner pada Jumat.
Dalam operasi keamanan besar-besaran, hampir 90 ribu polisi dikerahkan secara nasional untuk mencegah kerusuhan yang terjadi Sabtu lalu. Petugas di Paris, yang didukung oleh kendaraan lapis baja, menangkap lebih dari 550 orang demonstran setelah polisi menemukan senjata seperti palu dan tongkat bisbol.
Bentrokan juga terjadi antara demonstran dan polisi di Lyon, Marseille, dan Toulouse.
Polisi menggunakan gas air mata dan meriam air untuk menghalau para pengunjuk rasa menuju jalan dekat Champs Elysees.
Pemerintah telah memperingatkan bahwa kelompok-kelompok sayap kanan, anarkis, dan antikapitalis kemungkinan akan kembali menyusup ke dalam aksi. Bentrokan kecil juga terjadi saat polisi menangani demonstran yang menggunakan topeng.
"Rasanya berbeda dengan demonstrasi pekan lalu. Pekan lalu, polisi menyemprotkan gas tanpa pandang bulu. Kali ini tindakan mereka lebih tepat sasaran," kata Jean-Francois Barnaba, salah satu juru bicara tidak resmi rompi kuning, kepada Reuters.
Saat malam tiba, kelompok pengunjukrasa berhadapan dengan polisi di Champs Elysees. Polisi anti huru hara bergerak cepat dengan menangkap mereka yang mencoba merusak toko atau fasilitas umum.
"Tidak ada keadilan fiskal, tidak ada keadilan sosial," tulis pengunjuk rasa di depan salah satu kafe Starbucks.
Aksi protes ini membahayakan ekonomi Prancis di mana bertepatan dengan musim libur Natal. Pedagang kehilangan sekitar satu miliar euro sejak protes November lalu. Kerusuhan juga berdampak pada saham maskapai penerbangan dan hotel.
"Ini sedikit mengecewakan tetapi Paris adalah kota yang sangat indah. Kami sedikit khawatir, kami tidak terbiasa dengan hal semacam ini," kata turis Korea Selatan Yeeun Lee.