Ahad 09 Dec 2018 13:54 WIB

Jelang Akhir 2018, Inflasi Sumbar Terjaga Rendah

Program pengendalian inflasi selama 2018 difokuskan pada stabilitas harga komoditas.

Rep: Sapto Andika candra/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Inflasi
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Inflasi

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Menjelang akhir tahun 2018, tingkat inflasi di Sumatra Barat terjaga rendah. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, laju inflasi bulanan Sumbar pada November 2018 terpantau sebesar 0,27 persen (mtm), atau lebih rendah dibandingkan bulan Oktober 2018 yang sebesar 0,81 persen (mtm). Secara spasial, kedua kota sampling inflasi di Sumatra Barat yakni Kota Padang dan Kota Bukittinggi mengalami inflasi pada November 2018 dengan besaran masing-masing 0,19 persen (mtm) dan 0,83 persen (mtm).

Realisasi inflasi Sumatra Barat pada November 2018 sama dengan inflasi nasional yang sebesar 0,27 persen (mtm), namun sedikit di atas rata-rata inflasi kawasan Sumatra yang sebesar 0,11 persen (mtm). Secara tahunan, laju inflasi Sumatra Barat tercatat sebesar 3,10 persen (yoy), atau lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 3,23 persen (yoy). 

Sementara itu, perkembangan harga Sumatra Barat secara kumulatif Januari hingga November 2018 mencatat inflasi sebesar 2,41 persen (ytd), atau sedikit di bawah capaian nasional yang sebesar 2,50 persen (ytd). Capaian inflasi bulanan tersebut menempatkan Sumatra Barat sebagai provinsi dengan laju inflasi tertinggi keempat dari delapan provinsi yang mengalami inflasi di Kawasan Sumatra.

Kepala Bank Indonesia Sumatra Barat Endy Dwi Tjahjono menyebutkan, tekanan inflasi pada November 2018 terutama didorong oleh meningkatnya harga pada kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Kenaikan harga beras dan bawang merah mendorong inflasi Sumatra Barat dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,14 persen (mtm) dan 0,07 persen (mtm). 

"Naiknya harga beras disebabkan oleh faktor cuaca yang kurang kondusif sehingga menghambat proses produksi dan penjemuran gabah," kata Endy, Ahad (9/12). 

Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) KPw BI Sumatera Barat, kenaikan harga beras terjadi hampir di semua varietas, dengan kenaikan tertinggi berasal dari jenis IR 42 C Solok dan Cisokan Solok. Sementara itu, kenaikan harga bawang merah karena terbatasnya pasokan khususnya bawang Jawa dan bawang peking.

Dari kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar, sumbangan inflasi terutama berasal dari kenaikan harga bensin, sewa rumah, dan semen dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,03 persen (mtm), 0,02 persen (mtm), dan 0,01 persen (mtm). Kenaikan harga bensin terjadi karena imbas penyesuaian harga BBM nonsubsidi yang ditetapkan sejak tanggal 10 Oktober 2018. Secara lebih rinci, Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamax Dex merupakan jenis dari komoditas bahan bakar non subisidi yang mengalami kenaikan harga di Wilayah Sumatera Barat. 

"Program pengendalian inflasi selama tahun 2018 terutama difokuskan pada stabilitas harga komoditas penyumbang inflasi terutama beras, cabai merah, bawang merah, telur ayam, dan daging ayam ras," kata Endy. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement