Ahad 09 Dec 2018 17:50 WIB

Menanti Revitalisasi Stasiun Pulau Air di Padang

Pengaktifan jalur kereta diharap bisa menjadi destinasi wisata baru.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Muhammad Hafil
Stasiun Pulau Air di Padang yang saat ini kondisinya tidak terawat.
Foto: Sapto Andika Candra/Republika
Stasiun Pulau Air di Padang yang saat ini kondisinya tidak terawat.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pemerintah berencana mengaktifkan lagi Stasiun Pulau Air yang terletak di Pasa Gadang, Kota Padang, Sumatra Barat. Rencananya, jalur lama yang menghubungkan Stasiun Simpang Haru dengan Stasiun Pulau Air yang merupakan salah satu stasiun tertua di Sumatra Barat akan diaktifkan lagi.

Namun rencana ini masih perlu kesepakatan antara pemerintah daerah dengan PT KAI selaku pemilik bangunan Stasiun Pulau Air dan jalur rel yang saat ini nonaktif.

"Kalau diaktifkan, setidaknya jadi kereta wisata lah. Namun ini wewenangnya PT KAI selaku pemilik bangunan. Pemkot sih inginnya, setidaknya stasiun tidak jadi sekadar tempat cuci mobil atau ekspedisi," jelas Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang Medi Iswandi, akhir pekan ini.

Pemerintah Kota Padang, ujar Medi, berkaca pada revitalisasi Pabrik Gula Colomadu di Karanganyar yang bisa dibilang sukses. Pemerintah bersama BUMN menyulap bangunan tua peninggalan kolonial Belanda menjadi museum sekaligus sentra seni yang kekinian. Medi melihat konsep revitalisasi seperti itu bisa diterapkan di Stasiun Pulau Air dan bangunan tua lainnya di Kota Padang.

"Didesain dengan baik sehingga ada tempat nongkrong anak muda," jelas Medi.

Perbaikan Stasiun Pulau Air dan pengaktifan jalur kereta api menuju kawasan Pondok yang selama ini mati diharapkan bisa menjadi destinasi wisata baru yang menarik. Hanya saja, Medi masih belum bisa memastikan kapan rencana ini terwujud karena koordinasi lintas instansi yang perlu dilakukan.

Kota Padang sebetulnya memiliki puluhan bangunan peninggalan masa kolonial yang potensial untuk dikembangkan menjadi objek wisata. Sayangnya, sebagian besar bangunan tua ini dimiliki oleh perusahaan, baik swasta, BUMN, atau pribadi. Hal ini, lanjut Medi, membuat Pemda kesulitan untuk melakukan revitalisasi bangunan tua.

"Kalau asetnya milik swasta maka (revitalisasi) kewajiban pemilik. Ngga boleh menggunakan uang pemkot, karena jatuhnya memperkaya orang lain. Menegur boleh, menyita boleh. Cuma belum ada yang menang (dengan cara menyita)," jelas Medi.

Medi mengungkapkan, UU nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya mengatur mengani mekanisme revitalisasi bangunan tua. Bila pemilik bangunan diketahui melakukan penelantaran terhadap bangunan, maka pemerintah memiliki wewenang untuk menegur hingga menyita. Namun beleid ini berbenturan dengan aturan lain terkait kepemilikan bangunan dan gedung.

"Kalau pemerintah menyita, sedangkan sertifikatnya hak milik, maka pemilik tidak dinyatakan salah begitu saja karena tidak merawat bangunan miliknya. Kalah sama UU tentang kepemilikan bangunan," kata Medi. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement