REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan PTUN terkait pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota DPD. OSO diberi kesempatan untuk mengikuti pemilu jika mundur sebagai pengurus parpol.
Sikap KPU ini dituangkan dalam surat yang disampaikan kepada pihak OSO, dan disampaikan pada Senin (10/12). "Benar oleh KPU, putusan PTUN dijalankan dengan memberikan kesempatan kepada Pak OSO untuk masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2019," ujar Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi, Selasa (11/12).
Selain itu, KPU juga tetap menjalankan putusan MK. "Putusan MK dijalankan dengan meminta OSO mengundurkan diri dari kepengurusan parpol untuk bisa masuk menjadi calon anggota DPD dalam Pemilu 2019 (untuk bisa masuk ke DCT)," jelasnya.
Artinya, dalam menyikapi polemik hukum soal pencalonan OSO, KPU memilih jalan tengah dengan menjalankan dua putusan peradilan. Selanjutnya, kata Pramono, KPU pun memberikan tenggat waktu kepada OSO untuk melakukan pengunduran diri. Batas akhir pengunduran diri itu ditunggu hingga setelah 20 Desember.
"Kalau tidak salah sampai 21 Desember," ucapnya.
Dengan adanya keputusan KPU dan tenggat waktu ini, kata Pramono, maka OSO diminta untuk mengundurkan diri sebagai ketua Partai Hanura. Sebab, jika tidak mundur, keputusan KPU tidak bisa dijalankan. "Berarti (kalau tidak mundur), putusan MK tidak dijalankan. Ya tidak bisa masuk (ke DCT pemilu)," tegas Pramono.
Sebagaimana diketahui, pada 14 November 2018 PTUN memutuskan mengabulkan gugatan OSO terkait pencalonan anggota DPD. PTUN juga menyatakan Keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 Tentang Penetapan Daftar Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019 tertanggal 20 September 2018 dibatalkan.
Selain itu, PTUN meminta KPU mencabut mencabut surat keputusan Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tanggal 20 September 2018 Tentang Penetapan Daftar Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019. Selanjutnya, PTUN meminta KPU menerbitkan keputusan Tentang Penetapan Daftar Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019 yang baru yang mencantumkan nama OSO sebagai Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019.
Sementara itu, MA menyatakan PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD tidak bisa diberlakukan. Alasannya, syarat pencalonan yang tertuang dalam pasal 60 A PKPU tersebut bertentangan dengan pasal 5 huruf dan dan pasal 6 ayat (1) huruf I UU Pembentukan Peraturan Perundangan Nomor 12 Tahun 2011.
Putusan atas gugatan yang juga diajukan oleh OSO ini juga menyebut bahwa pasal 60 A memilikin kekuatan hukum yang mengikat. Namun, MA menegaskan pasal ini berlaku umum sepanjang tidak diberlakukan surut kepada peserta pemilu calon anggota DPD yang sudah mengikuti rangkaian Pemilu 2019.
Kedua putusan itulah yang sempat menjadi polemik dan membuat KPU lama mengambil sikap tindak lanjut. Sebab, di sisi lain ada putusan MK yang berbeda dengan putusan MA. Putusan MK juga tidak sejalan dengan putusan PTUN.
Adapun putusan MK menyatakan mengabulkan permohonan uji materi atas pasal 128 huruf I UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Menurut MK, pasal 182 huruf I tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan inkonstitusional. Pasal itu menyebutkan bahwa calon anggota DPD tidak boleh memiliki 'pekerjaan lain'.
Pekerjaan lain yang dimaksud yakni tidak melakukan praktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara, serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang atau hak sebagai anggota DPD.