REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD - Zona paling dijaga ketat di jantung ibu kota Baghdad akhirnya dibuka untuk umum setelah 15 tahun, pada Senin (10/12). Dinding tinggi dan kawat berduri dihancurkan. Pos-pos pemeriksaan dibongkar.
Zona yang dikenal sebagai Zona Hijau, ini telah ditutup militer Amerika sejak 2003 untuk melindunginya dari pengeboman selama perang. Lahan seluas 4 mil persegi itu awalnya merupakan tanah istana mantan pemimpin Irak, Saddam Hussein, yang kemudian menjadi markas militer AS, gedung Parlemen, serta pusat pemerintahan Irak yang baru.
Namun sejarah telah menjadikannya simbol kuat pertama dari pendudukan Amerika dan keterasingan yang dirasakan banyak warga Irak terhadap pemerintahan mereka sendiri. Para pemimpin Irak telah berjanji untuk membukanya kembali sejak militer Amerika mundur pada 2011.
Dibukanya kembali Zona Hijau ini bertepatan dengan perayaan satu tahun keberhasilan Irak mengalahkan ISIS. Para pejabat mengatakan akan melakukan percobaan pembukaan selama dua pekan mendatang.
Lalu lintas diizinkan dibuka di jalan raya utama, tetapi lalu lintas tempat para pejabat tinggal dan bekerja, tetap ditutup. Gedung-gedung pemerintahan seperti gedung Parlemen dan Istana Republik milik Hussein tetap berada di bawah penjagaan ketat.
Ini adalah yang kedua kalinya dalam tiga tahun pejabat Irak menyatakan Zona Hijau akan dibuka kembali. Tidak ada jaminan pembukaan kembali ini akan berlangsung dengan baik.
Pemerintah Irak tercatat pernah membuka Zona Hijau pada 2015. Akan tetapi pembukaan hanya dilakukan beberapa hari sebelum pemerintah menutupnya lagi setelah ada penentangan kuat dari para pejabat Amerika, yang kedutaan dan markas militernya berada di dalam.
Kali ini, Pemerintah Irak telah berjanji untuk membuka kembali Zona Hijau secara permanen. Bulan lalu pemerintah mulai menurunkan dinding beton yang mengelilingi daerah itu, yang memblokir banyak bangunan resmi di dalamnya.
Pembukaan Zona Hijau sebelumnya dijadwalkan akan dilakukan pada 25 November, tetapi telah ditunda. Alasannya tidak jelas, tetapi diyakini secara luas bahwa pemerintah dan militer Amerika telah kembali menentangnya.
Seorang juru bicara militer Amerika di Baghdad, Kolonel Sean J Ryan, mengatakan laporan AS menentang pembukaan kembali Zona Hijau tidak benar. Menurut dia, tidak ada risiko langsung bagi personel Amerika di Zona Hijau.
"Ini hanya sementara, mari kita lihat bagaimana keadaannya sekarang. Kami di sini atas undangan pemerintah Irak dan mereka adalah bangsa yang berdaulat. Jika itu keputusan yang ingin mereka ambil, silakan. Tapi kami selalu waspada dengan keamanan," ujat Ryan, dikutip New York Times.
Sejauh ini tidak ada perubahan pada benteng-benteng di sekitar kedutaan Amerika, yang terletak di tepi selatan daerah itu. Namun pada Senin (10/12), tentara Amerika terlihat berdiri di samping pos-pos pemeriksaan Zona Hijau.
Sekretaris Kabinet Irak, Mahdi Muhsin al-Alaq, mengatakan zona itu akan dibuka kembali secara bertahap mulai Senin (10/12) dan berlanjut selama dua pekan. "Selama periode ini akan ada evaluasi dan kemudian ekspansi untuk menjamin kenyamanan semua warga negara," kata dia.
Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi menyampaikan pidato di televisi untuk merayakan peringatan satu tahun kekalahan ISIS di Irak, tetapi dia tidak membahas pembukaan Zona Hijau.
“Irak merebut kembali tanahnya, dan orang-orang mengambil kembali kemauan mereka, dan warga mengambil kembali martabat mereka, dan kami semua mengatakan tidak terhadap terorisme dan tidak terhadap ekstremisme dan tidak terhadap despotisme, dan kami mengatakan ya untuk Irak dan ya untuk peradaban dan ya untuk kewarganegaraan," ungkapnya.
Kedutaan Besar AS juga tidak berkomentar tentang pembukaan Zona Hijau. Kedutaan hanya memperingatkan, penduduk Baghdad untuk mengantisipasi kembang api perayaan di seluruh kota.
"Tetap di dalam rumah, terlindung dari jatuhnya proyektil," ujar kedutaan dalam pernyataan resmi.
ISIS masih menguasai sebagian kecil wilayah di perbatasan Suriah-Irak, melakukan 75 serangan per bulan di seluruh Irak, dan beroperasi di bawah tanah di banyak wilayah negara.
Serangan di Baghdad sudah relatif jarang, namun jumlah korban tewas sementara masih mengkhawatirkan. Setelah beberapa bulan, tiga pemboman pada Oktober dan November lalu telah menewaskan total empat orang.