REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochamad Afifuddin, mengatakan, kepentingan penyelenggara pemilu jangan sampai terganggu dengan adanya kasus KTP-el yang tercecer. KTP-el palsu tidak boleh digunakan untuk menggunakan hak pilih di TPS.
Menurut Afif, hingga saat ini belum ada informasi dari daerah soal kekhawatiran dampak kasus KTP-el tercecer terhadap pemilu. Dia meminta agar penyelidikan kasus ini segara dituntaskan.
"Diselidiki saja. Sebab sementara kan masih merupakan pidana murni juga berdasarkan keterangan Dirjen Dukcapil Kemendagri," ujar Afif ketika dikonfirmasi, Selasa (11/12) malam.
Afif meminta serangkaian kasus KTP-el jangan sampai merugikan penyelenggara pemilu. Jika KTP-el disalahgunakan, tentunya tidak bisa digunakan untuk menggunakan hak pilih.
"Jangan sampai jika ada KTP-el yang palsu digunakan untuk mendaftar pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT)," tegas Afif.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Viryan, mengatakan peristiwa temuan ribuan keping KTP-el yang tercecer di Pondok Kopi, Jakarta Timur, berbahaya jika tidak segera diselesaikan. Menurutnya, pemerintah harus segera menuntaskan persoalan KTP-el untuk kepentingan pemilu.
"Tentu hal tersebut berbahaya. Maka harus diselesaikan segera," ujar Viryan kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (10/12).
Viryan mengingatkan jika KTP-el merupakan satu-satunya dokumen yang digunakan pemilih untuk memberikan suaranya pada hari H pemungutan suara nanti. Karenanya, pemerintah harus menjamin masyarakat yang sudah memiliki hak pilih untuk mendapatkan KTP-el.
"Yang perlu diperhatikan itu dua hal. Yakni KTP-el dimiliki masyarakat, kemudian tidak ada KTP-el yang termanipulasi," tegasnya.
Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin menilai, isu pemalsuan dan tercecernya KTP-el akan menuai kecurigaan sejumlah pihak. Di antaranya, dugaan adanya rencana kecurangan Pemilu 2019 di balik kasus tersebut.
"Dugaan itu untuk sebagian cukup beralasan. Sebab pada Pemilu Serentak 2019 nanti, dokumen primer yang dijadikan sebagai syarat memilih bukan lagi DPT, melainkan kepemilikan KTP-el," kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa (11/12).
Said berpendapat, ketika KTP-el ditemukan berulangkali di mana-mana, kekhawatiran penyalahgunaan dokumen kependudukan untuk kepentingan pemilu itu bisa dimaklumi. Namun, dia menyangsikan penyalahgunaan tersebut berkaitan dengan pemenangan capres-cawapres 2019.
"Jika kubu yang dituding adalah koalisi parpol pendukung capres-cawapres, sepertinya itu kurang logis. Katakanlah benar kasus KTP-el itu direkayasa oleh suatu koalisi parpol untuk kepentingan pemenangan capres-cawapres yang mereka dukung. Lalu apakah KTP-el itu hanya bisa digunakan sebagai alat kecurangan di Pilpres? Tentu tidak. Dokumen kependudukan itu juga bisa digunakan untuk pileg," paparnya.
Di Pileg, kata Said, KTP-el tidak bisa digunakan untuk mencoblos semua parpol anggota koalisi. KTP-el hanya bisa dimanfaatkan untuk mencoblos satu parpol saja. Dalam kondisi ini, parpol yang lain tentu tidak akan rela jika hasil kecurangan itu hanya dinikmati oleh salah satu parpol saja dalam koalisi mereka.
"Kalau mau curang bareng-bareng, semuanya tentu akan menuntut manfaat yang sama atas praktik manipulatif itu. Logikanya kan begitu. Tapi itu tidak mungkin diwujudkan," ujarnya.
Apalagi, Said menambahkan, di pileg tidak ada lagi asas kolegialitas, dan yang ada adalah semangat rivalitas. Tidak ada lagi cerita koalisi, yang ada adalah spirit berkompetisi. Masing-masing parpol akan saling berebut suara. Dalam konteks inilah dia meragukan ada skenario kecurangan yang dirancang secara kolektif oleh koalisi parpol pendukung capres-cawapres tertentu.
"Probabilitasnya kecil sekali. Tetapi, seandainya benar ada pihak yang sedang merancang kecurangan Pemilu melalui manipulasi KTP-el, dugaan saya hal itu tidak dilakukan oleh suatu koalisi parpol, tetapi dapat saja dilakukan oleh pemain tunggal," tutur dia.
Menurut Said, kemungkinan pemain tunggal tersebut merancang skenario kecurangan untuk kepentingan kelompoknya sendiri. Tetapi, lanjutnya, ini baru satu asumsi jika benar ada skenario kecurangan Pemilu lewat manipulasi KTP-el. Selain asumsi itu, masih banyak kemungkinan yang lain. Bahkan, menurut dia, bisa juga tidak ada skenario kecurangan apa pun dari kisruh KTP-el ini.