REPUBLIKA.CO.ID, MALUKU -- Pengembangan pertanian sangat memerlukan kajian penelitian baik yang bersifat penelitian dasar maupun terapan. Jumlah penelitian dalam suatu negara berbanding lurus dengan tingkat kemajuan peradabannya. Namun, bahasa ilmiah yang terkandung dalam sebuah penelitian perlu diterjemahkan terlebih dahulu menjadi bahasa yang mudah dimengerti oleh semua kalangan.
Kepala BPTP Maluku, Yusuf mengatakan, penyuluh harus piawai dalam mengkonversi dan menyampaikan hasil kajian menjadi sebuah adopsi dan difusi inovasi teknologi di kalangan petani.
“Sebagai gambaran, penyuluhan saat ini ibarat sebuah restoran yang menyajikan menu yang bervariatif,” kata Yusuf saat membuka acara Temu Sinkronisasi Hasil Litkaji dan Program Penyuluhan Pertanian, Selasa (11/12).
Hal tersebut menuntut penyuluh kreatif dalam mengemas sebuah inovasi teknologi sehingga petani mampu mengubah nilai produk dan keluarannya. Peneliti dan penyuluh seharusnya bergerak secara sinergi guna menjawab segala tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh petani.
Saat ini pemerintah Maluku tengah berkonsentrasi kepada pengembangan hortikultura, khususnya bawang merah. Tahun ini, luas tanam bawang merah di Maluku Tenggara mencapai 42 hektar dan menghasilkan kurang lebih 200 ton. Permasalahan timbul karena kebutuhan masyarakat Maluku Tenggara hanya sekitar 60 ton, sehingga sebagian besar harus dijual di luar daerah.
Selain itu, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Maluku juga memberikan usulan agar dilakukan penelitian sayuran dataran tinggi seperti kol, kentang, dan wortel. Penelitian sayur-sayuran diyakini akan membuat inflasi di Maluku akan semakin bisa dikendalikan. Kenyataannya, produksi bawang merah dan cabai telah mampu mengurangi inflasi tersebut.
Acara sinkronisasi tersebut rencananya terdiri dari dua panel. Panel pertama berisi tentang paket inovasi teknologi bidang peternakan, perkebunan dan tanaman pangan. Sedangkan panel kedua berisi tentang program penyuluh pertanian 2019 dan paket inovasi teknologi bidang hortikultura.