Rabu 12 Dec 2018 14:41 WIB

Tradisi Intelektual Kairouan

Banya cendekiawan yang berkiprah dalam pengembangan intelektual di Kairouan.

Masjid Kairouan, Tunisia
Foto: Wikipedia
Masjid Kairouan, Tunisia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Malik, seorang cendekiawan yang meninggal pada 795 Masehi, memandang Kairouan bersama Kufa dan Madinah, merupakan tiga ibu kota Muslim bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Sebab, ia melihat tradisi intelektual berkembang pesat di sana.

Paling tidak, terbukti dengan munculnya sederet nama cendekiawan yang berkiprah dalam pengembangan intelektual di Kairouan. Misalnya, Yahia Ibn Salam al-Basri (745-815), yang menulis dan mengajar tafsir.

Ada pula, Asad ibn al-Furat (759-828), yang juga merupakan pengajar ternama di Kairouan. Kota ini juga menjadi pusat pendidikan salah satu mazhab fikih, yaitu Maliki. Selain Asad yang mengajar fikih juga ada Ibn Rashid dan Sahnun.

Namun sekali lagi, di bawah Dinasti Aghlabid, pada awal abad ke-9, Kairouan menjadi salah satu pusat utama kebudayaan di dunia Islam. Melajunya kehidupan intelektual dan budaya yang pesat ini, menarik minat para pelajar dari seluruh dunia, termasuk Spanyol Islam.

Baca:Kairouan, Tanah Kosong Berpasir yang Jadi Pusat Peradaban

Bahkan, pada akhir abad ke-9, dinasti ini juga mendirikan sebuah Bayt al-Hikmah. Pendirian ini meniru Bayt al-Hikmah di Baghdad yang menjadi pusat kajian ilmu pengobatan, astronomi, teknik, dan penerjemahan.

Tak hanya itu, perdebatan dan kajian mengenai ilmu pengetahuan juga berkembang di Kairouan. Termasuk, kajian dalam soal keagamaan dan isu-isu hukum. Secara umum, pendidikan di kota itu berkembang dengan pesat. Banyak perpustakaan berdiri juga di masjid-masjid.

photo
Menara masjid di Kairouan, Tunisia.

Dan, perempuan memiliki peran aktif di dalam kehidupan intelektual di kota tersebut. Pendidikan tentang kedokteran juga berkembang pesat, salah satunya dikembangkan oleh cendekiawan bernama Ziad ibn Khalfun, Ishaq Imran, dan Ishaq ibn Sulayman.

Selain mampu mengembangkan Kairouan sebagai kota perdagangan dan pendidikan, Dinasti Aghlabid juga melakukan perluasan ke wilayah Mediterania, khususnya ke Sisilia. Langkah ini dilakukan oleh Ziyadat Allah I.

Pada 827 Masehi, sebuah ekspedisi telah mampu menancapkan kekuasaan Kairouan di Sisilia. Berturut-turut, pasukan Kairouan mampu menguasai Palermo pada 831, Messina pada 843, dan Enna pada 859. Ekspedisi ini melibatkan orang-orang Arab, Berber, Spanyol, dan Sudan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement