Jumat 30 Nov 2018 22:15 WIB

Dari Bandar Turun ke Kaki

Skandal mafia kembali menghantam persepakbolaan Indonesia

PSSI
Foto: Antara/Noveradika
PSSI

REPUBLIKA.CO.ID, Johan Ibo melangkah keluar Mapolrestabes Surabaya tanpa borgol. Dia berjalan sedikit membungkuk. Kepalanya ditutupi tangan, mengindar sorot kamera wartawan. 

Sesaat sebelum memasuki kendaraan, Ibo melaung dengan nada yang agak meninggi. "Saya akan bongkar mafianya. Namanya berinisial H," katanya di hadapan awak media, termasuk Republika Online.

Johan Ibo tak lain adalah pesepak bola nasional yang malang melintang di sejumlah klub besar Indonesia. Tercatat, Arema dan Persebaya pernah diperkuat pemain asal Atamali Papua itu.

Ibo diringkus sesaat sebelum laga Liga kasta tertinggi sepak bola Indonesia antara Persebaya kontra Borneo FC, Rabu 4 April 2015. Ibo mencoba mengatur hasil laga Liga Indonesia itu dari sebuah restoran cepat saji di Kota Surabaya. 

Ibo bersama pemain asing bernama Syilla Mbamba, berupaya mengatur kemenangan Persebaya. Cara kerja Ibo dan Mbamba sederhana. Ibo dan Mbamba diminta sang bandar melobi beberapa pemain Borneo untuk mengalah. Pemain Borneo diminta untuk melakukan blunder yang menguntungkan lawan.  

photo
Bukti percakapan antara bandar berinsial H dengan Johan Ibo

Tapi skenario itu bocor. Ibo ditangkap, tapi dilepaskan hanya hitungan jam. Sedangkan Mbamba melarikan diri dan menghilang hingga kini. 

Tiga tahun telah berlalu usai peristiwa itu. Janji PSSI untuk membongkar jaringan besar Ibo dan sang mafia sepak bola berinisial H tak jelas rimbanya. Sebaliknya, kasus Ibo ikut berlalu bersama waktu. 

Kasus itu malah telah berganti dengan kasus baru. Kini, kejadian serupa dengan skenario berbeda berlangsung di Kota Sleman Yogyakarta. Lakon terjadi jelang partai Delapan Besar Liga 2 antara PSS Sleman kontra Madura FC mentas pada 8 November 2018. 

Sebelum laga kontroversial itu mentas, 'laga' yang tak kalah sengit terjadi via WhatsApp. Percakapan lewat ponsel itu melibatkan petinggi teras federasi tertinggi sepak bola Indonesia bernama Hidayat dengan manajer Madura FC, Januar Herwanti. Hidayat adalah anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI dan juga mantan pemilik klub Madura FC. 

Percakapan itu kemudian dibocorkan Januar. Januar berujar, sang petinggi PSSI ini meminta Madura FC mengalah dari PSS Sleman. 

Januar lantas menunjukkan salah satu bukti salinan pembicaraannya dengan Hidayat lewat pesan WhatsApp. Lewat salinan itu terekam nama Hidayat yang menawarkan uang untuk Madura jika mau mengatur kekalahannya di Sleman. Sebagai gantinya disiapkan uang ratusan juta plus janji bahwa Madura akan menang pada laga kandang.

"Ada uang senilai antara Rp 100 sampai 150 juta untuk Madura," begitu salinan percakapan yang terekam itu via WhatsApp.

Tapi negosiasi itu urung menjadi kesepakatan. Laga pun berjalan dengan hasil kemenangan PSS Sleman yang penuh kontroversi. Gol tercipta lewat bunuh diri pemain Madura, Choirul, di sepuluh menit akhir pertandingan. Yang semakin membuat publik terbelalak adalah gol berawal dari posisi offside pemain PSS yang berjarak lebih dua meter dari pemain terakhir Madura. 

">

Gol ini kemudian disahkan oleh Wasit pengganti Agung Setiawan. Tujuh menit sebelum gol kontroversial itu, wasit utama M Reza Pahlevi tiba-tiba cedera dan harus diganti. Sang wasit pengganti pun mengesahkan gol yang secara kasat mata terlihat begitu offside itu.

Madura protes keras. Protes paling keras datang dari Januar. Sebab dirinya sejak awal tahu bahwa ada usaha untuk mengatur kekalahan timnya sebelum laga dimulai. 

Hidayat yang menjadi tertuduh utama, lantas buka-bukaan terkait laga kontroversial itu. Dia mengaku telah menghubungi Januar dan menawarkan sejumlah uang. Petinggi PSSI itu berkilah hanya bertindak sebagai perantara saja. 

"Jadi saya cuma sekali saja berkomunikasi. Setelah itu, saya serahkan ke Madura. Saya hanya seperti perantara saja,” ujar Hidayat saat berbincang dengan Republika Online, Kamis (29/11).

Hidayat juga tidak membantah seluruh isi percakapan WhatsAppnya dengan Januar. Tapi dia berkilah hanya meneruskan pesan dari pihak Sleman. "Saya memang pernah berkomunikasi dengan Januar. Apa yang dia buktikan dengan screen capture Whatsapp, itu benar. Saya tidak memungkiri itu,” ujar dia.

Pengakuan Hidayat semakin menguak praktik hitam di belakang layar sepak bola Indonesia. Sepak bola nyatanya bukan lagi permainan 22 manusia di atas lapangan. Sepak bola nyatanya sudah menjadi permainan segelintir orang dari balik ponsel.

Kasus di Sleman membuktikan bahwa praktik mafia dalam persepakbolaan Indonesia sudah mengakar dari hulu hingga hilir. Dari pengurus klub, wasit, pemain, hingga pengurus PSSI sendiri tersangkut dalam pusaran masalah yang sama. Mafia sepak bola. 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement