Kamis 13 Dec 2018 05:14 WIB

Nadia Murad, Korban Pelecehan ISIS, Pulang ke Irak

Nadia Murad mendorong perdamaian terwujud di Irak.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Nadia Murad
Foto: UN Photo by Cia Pak via AP, File
Nadia Murad

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Peraih hadiah Nobel bidang perdamaian 2018 Nadia Murad bertemu dengan Presiden Irak Barham Salih di Baghdad. Murad yang berasal dari suku minoritas Yazidi meraih hadiah Nobel atas kerja kerasnya mengadvokasi perempuan korban kekerasan selama perang.

Murad salah satu dari ribuan perempuan Yazidi yang diculik dan dijadikan budak seks oleh ISIS pada tahun 2014 lalu. Setelah berhasil melarikan diri dan menjadi pengungsi di Jerman ia menjadi aktivis perempuan.

Ia tiba di Baghdad setelah menghadiri perayaan hadiah Nobel 2018 di Stockholm, Swedia. Murad diterima langsung oleh Barham Salih.  "Tidak ada artinya hadiah Nobel tanpa terus bekerja demi perdamaian," kata Murad kepada para pemimpin dan duta besar di Kantor Kepresidenan Irak, Rabu (12/12).

Baca juga, Nadia Murad Tuntut Keadilan Bagi Korban Kekerasan Seksual.

Murad menganut agama suku minoritas Yazidi dan mengikuti kepercayaan leluhurnya. ISIS menyebut mereka sebagai penyembah setan. Ketika ISIS menyapu sebelah utara Irak pada 2014 mereka membunuh ratusan laki-laki Yazidi dan menculik serta memperbudak sekitar tujuh ribu perempuan Yazidi.

Banyak yang berhasil kabur setelah pasukan Irak yang didukung Amerika Serikat berhasil mengusir ISIS dalam perang selama tiga tahun yang melelahkan. Tapi diperkirakan masih ada tiga ribu perempuan Yazidi yang dinyatakan hilang.

Murad meminta pemerintah Irak dan koalisi yang dipimpin AS untuk mencari para perempuan yang masih hilang. Ia juga meminta pemerintah untuk membangun kembali kampung halamannya, Sinjar. Lebih dari 80 persen Yazidi masih dihidup di kamp pengungsian.

Dalam pidato hadiah Nobelnya pada hari Senin (10/12) lalu ia meminta pemimpin-pemimpin dunia untuk berusaha mengakhiri kekerasan seksual. "Hadiah di dunia yang dapat memulihkan martabat kami hanya keadilan dan tuntutan kepada pelaku," kata Murad.

Presiden Irak Barham Salih mengatakan Murad menjadi perwujudan dari penderitaan dan tragedi yang dialami rakyat Irak pada masa lalu. "Dan mewakili keberanian dan tekad membela hak asasi menghadapi penindas," kata Salih.

Salih mengatakan suku minoritas Yazidi mengalami kejahatan yang mengerikan dalam sejarah. Ia meminta parlemen untuk segera meloloskan undang-undang yang mengakui penderitaan Yazidi sebagai genosida.

Saat Murad menerima hadiah Nobel di Oslo, Irak merayakan satu tahun kemenangan dari ISIS. Tapi masih ada beberapa serangan sporadis dan ISIS juga masih menguasai beberapa kantong kecil diperbatasan Suriah.

Perang Irak melawan ISIS mengakibatkan ribuan orang meninggal dunia, menghancurkan seluruh pemukiman dan kota-kota. Sebanyak 1,8 juta orang mengungsi dari rumah mereka.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement