REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tren pengusaha muda yang bergerak di Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) ternyata cukup besar, seiring dengan bonus demografi yang sedang dialami Indonesia. Dengan kelebihan tersebut, tren pengusaha UMKM muda ini perlu didorong tidak hanya berorientasi pasar dalam negeri, namun juga berorientasi ekspor.
Ketua Komunitas Ekspor Muda Indonesia (KEMI) Kustanto mengatakan banyak produk dari pengusaha UMKM muda sebenarnya tidak hanya laris di pasar dalam negeri, tapi juga bisa diterima di pasar ekspor. Sejak dua tahun terakhir KEMI sebagai lembaga pembinaan dan pendampingan, telah berhasil membimbing pengusaha muda UMKM melakukan ekspor pedana produk UMKM-nya.
Kustanto menilai kelemahan pengusaha muda UMKM di Indonesia untuk ekspor selain karena rendahnya pemahaman, adalah merasa produknya belum layak dan ketakutan untuk masuk ke pasar ekspor. Padahal, kata dia, banyak produk UMKM dari pengusaha muda ini ternyata diminati banyak pasar internasional, termasuk pasar produk syariah di negara-negara muslim dan Timur Tengah.
"Ada beberapa produk UMKM dari pengusaha muda, di antaranya ada pengusaha muda kain batik di Malang yang produknya sudah masuk di Jerman. Ada produk arang untuk shisha dan barberkyu dari pelaku UMKM dari Jawa Timur sudah diekspor ke Timur Tengah dan Amerika. Dan ada juga produk gula semut dari pengusaha muda UMKM di Purwokerto sudah ekspor perdana ke Belgia," jelas Kustanto kepada wartawan disela acara ISEF 2018 ke-5 di Surabaya, Kamis (13/12).
Bahkan, ia menambahkan, ada pengusaha UMKM muda dari Banjarnegara yang telah melakukan ekspor perdana kripik nangka ke beberapa negara Eropa. Termasuk, produk olahan ampas sawit dari UMKM di Kalimantan yang produknya ke Srilanka. Dan produk olahan coklat dari UMKM yang juga sudah masuk ke pasar Eropa.
Semua itu, ungkap Kustanto, untuk memanfaatkan bonus demografi dari munculnya pengusaha UMKM muda. "Misi kita mencetak pelaku usaha muda jadi eksportir, 1000 orang eksportir per tahun," katanya.
Saat ini, setidaknya 3000 pengusaha UMKM muda sudah bergabung bersama KEMI, dan hampir semuanya tersebar dari berbagai daerah di Indonesia. Tapi dari 3000 pengusaha muda yang tergabung itu, tidak semua telah melakukan ekspor produk UMKM miliknya.
"Dari data KEMI yang diupdate kemarin, saat ini sudah ada 26 persen dari total anggota pengusaha UMKM muda yang bergabung di KEMI sudah 'pecah telur' dalam artian telah menjadi eksportir atau telah melakukan ekspor perdana," terangnya.
Yang termuda, kata dia, adalah Yudistira HN, seorang pengusaha UMKM sudah jadi eksportir di usia 22 tahun. Produk UMKM-nya adalah teh kemasan, yang diberinama 'Syekhtea'. Produk ini diekspor ke beberapa negara di Eropa dan Amerika Selatan. Dan ada beberapa pengusaha muda di bidang furnitur yang sudah beberapa kali melakukan ekspor ke berbagai negara Eropa dan Amerika.