REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- lndonesia dinilai mampu bertahan di tengah gejolak global yang besar tahun ini berkat fundamental ekonomi makro yang kokoh dan koordinasi kebijakan yang kuat. Namun, tahun 2019 harus dihadapi dengan kebijakan yang tepat.
Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia Frederico Gil Sander mengatakan, pertumbuhan Proyek Domestik Bruto (PDB) riil tahunan diproyeksikan menjadi 5,2 persen untuk 2018 dan 2019, sedikit lebih tinggi dari tahun 2017. Bahkan bisa lebih tinggi asalkan menerapkan kebijakan 'sambal'.
Ia menjelaskan, kebijakan tersebut di antaranya membuka lebih banyak investasi, perdagangan. Ia juga menekankan perlunya perlindungan bisnis dan konsumen dari praktik anti persaingan dengan cara mengeliminasi regulasi anti persaingan dengan kebijakan yang objektif dan jelas serta meningkatkan peran KPPU dalam menangani kartel.
"Ketiga, meningkatkan kepastian hukum dan regulator yang konsisten, transparan dan peraturan daerah yang rasional," katanya dalam acara Laporan Triwulanan Perekonomian lndonesia edisi Desember 2018 yang dirilis oleh Bank Dunia, Kamis (13/12).
Yang terakhir adalah mengeliminasi subsidi bahan bakar yang mengganggu prduktivitas. Pemerintah, ia melanjutkan, sebaiknya fokus pada energi yang berkelanjutan.
Pada 2019, menurutnya, kondisi eksternal kemungkinan akan terus membawa risiko besar terhadap proyeksi pertumbuhan lndonesia. Terus bertahannya ketidakpastian terkait perdagangan global dan kemungkinan pengetatan kebijakan moneter AS yang lebih lanjut dapat menyebabkan arus keluar modal lebih lanjut dan gejolak keuangan di Indonesia dan negara berkembang lainnya.
Berdasarkan laporan Bank Dunia, kebijakan moneter dan fiskal membuat Indonesia mampu menjaga stabilitas ekonomi makro, ekonomi Indonesia pun tumbuh dengan kuat sebesar 5,2 persen pada kuartal ketiga. Pertumbuhan investasi menjadi pendorong utama ekonomi dengan investasi konstruksi menguat dibanding kuartal sebelumnya. Sementara konsumsi masyarakat sedikit menurun, lonjakan konsumsi pemerintah mempertahankan pertumbuhan konsumsi secara keseluruhan.
Permintaan domestik yang lebih kuat masih didominasi oleh investasi dan diperkirakan akan lebih besar dari pada hambatan sektor eksternal, di tengah melambatnya pertumbuhan global dan berlanjutnya ketidakpastian kebijakan perdagangan global.