REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dian Fath Risalah, Muhammad Fauzi Ridwan, Febrianto Adi Saputro
Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar keluar dari gedung KPK pada Kamis (13/12) sore dengan mengenakan rompi tahanan berwarna oranye. Irvan ditahan setelah menjalani pemeriksaan sehari semalam usai ditangkap penyidik KPK pada Rabu (12/12).
"Saya memohon maaf kepada warga masyarakat Kabupaten Cianjur atas kelalaian saya dalam mengawasi aparat pemerintah Kabupaten Cianjur yang telah melanggar hukum," kata Irvan saat akan dibawa ke Rutan KPK, Kamis.
"Tentunya saya sebagai kepala daerah ikut bertanggung jawab dan semoga kedepan ini menjadi pembelajaran untuk kita semua juga aparat Pemerintahan Kabupaten Cianjur untuk menciptakan pemerintah yang bersih," tambahnya.
Sebelum melakuka penahanan, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan pada Rabu, mengumumkan status Irvan dan tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana alokasi khusus (DAK) di Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur.
"KPK meningkatkan status penanangan perkara penyidikan serta menetapkan 4empat orang tersangka," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung KPK Jakarta, Rabu (12/12).
Keempat tersangka yakni Bupati Cianjur, Irvan; Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, Cecep Sobandi; Kepala Bidang SMP di Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, Rosidin dan Kakak Ipar Bupati, Tubagus Cepy Sethiady. Cecep Sobandi dan Rosidin juga langsung ditahan, sementara, Tubagus Cepy Sethiady baru menyerahkan diri hari ini.
Dalam kasus ini, KPK menemukan setidaknya 14,5 persen anggaran DAK Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur disunat untuk kepentingan tertentu. Dana itu seharusnya digunakan oleh 140 SMP di Cianjur untuk membangun fasilitas sekolah, seperti ruang kelas, laboratorium, atau fasilitas lainnya.
"Dalam kasus seperti ini, jelas yang menjadi korban adalah para siswa di Cianjur dan masyarakat yang seharusnya menikmati DAK tersebut secara maksimal," tutur Basaria.
Diduga, Bupati Cianjur bersama sejumlah pihak lain meminta atau memotong pembayaran terkait DAK Kabupaten Cianjur tahun 2018 sebesar 14,5 persen dari total Rp 46,8 miliar. Bendahara Majelis Kerja Kepala Sekolah Taufik Setiawan dan Ketua Majelis Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Cianjur, Rudiansyah yang merupakan pejabat pengurus MMKS Cianjur diduga berperan menagih fee dari DAK Pendidikan pada sekitar 140 Kepala Sekolah yang telah menerima DAK tersebut.
"Dari sekitar 200 SMP yang mengajukan alokasi DAK yang disetujui adalah untuk sekitar 140 SMP di Cianjur," kata Basaria.
Diduga, alokasi fee terhadap Bupati Cianjur Irvan adalah 7 persen dari alokasi DAK tersebut. KPK juga menemukan sandi atau kode yang digunakan dalam transaksi korupsi kali ini.
"Sandi yang digunakan adalah "Cempaka" yang diduga merupakan kode yang menunjuk Bupati Irvan," ujar Basaria.
Dalam OTT pada Rabu pagi, penyidik KPK mengamankan barang bukti uang sejumlah Rp 1.556.700.000 dalam mata uang rupiah pecahan Rp 100 ribu, Rp 50 ribu dan Rp 20 ribu. KPK menduga, sebelumnya telah terjadi pemberian sesuai dengan tahap pencairan dana DAK Pendidikan di Kabupaten Cianjur.
"KPK perlu menegaskan bahwa korupsi di sektor pendidikan tidak hanya merugikan keuangan negara atau daerah tetapi lebih buruk dari itu, korupsi di sektor pendidikan dapat merusak masa depan bangsa untuk bisa menjadi lebih baik dan maju melalui pendidikan yang berkualitas," tegas Basaria.
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah pun menyayangkan korupsi yang terjadi di Cianjur ini. Ia menilai, sangat menyedihkan, dana untuk meningkatkan kualitas pendidikan daerah malah dikorupsi pejabat.
"Kasus ini sangat menyedihkan bagi kita semua karena yang diduga dipotong adalah dana yang seharusnya dapat digunakan membangun fasilitas seratusan sekolah-sekolah di Cianjur," tutur Febri.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati ikut menyesalkan dan prihatin dengan praktik korupsi yang dilakukan oleh Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar. Ia menuturkan, anggaran yang ditransfer ke daerah dalam berbagai bentuk, seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan dana desa itu tujuannya untuk rakyat.
"Saya betul-betul sangat kecewa ada DAK Pendidikan pun dipotong oleh bupati. Karena seharusnya itu diterima sekolah dan manfaatnya untuk murid," ujar Sri Mulyani kepada wartawan di sela-sela acara penyerahan program Community Development PT Geo Dipa Energi di Ciwidey, Kamis (13/12).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengaku kecewa atas dugaan korupsi yang dilakukan Bupati Cianjur dengan memotong DAK Pendidikan, Kamis (13/12) di acara Penyerahan Program community development PT Geo Dipa Energi di Ciwidey.
Baca juga
- Ini Kronologis OTT KPK Terhadap Bupati Cianjur
- Bupati Cianjur Ditangkap KPK, Tjahjo: Saya Merasa Sedih
- Bupati Ditangkap KPK, Pemkab Cianjur Klaim tak Terganggu
Dipecat Nasdem
Sekjen Partai Nasdem Johnny G Plate mengaku prihatin atas peristiwa OTT yang dilakukan KPK terhadap Bupati Cianjur yang juga merupakan kader Partai Nasdem, Irvan Rivano Muchtar. Johnny menegaskan, Partai Nasdem menindak tegas siapapun kader yang terlibat korupsi.
"Dari partai garisnya tegas, Pakta Integritas tidak memperbolehkan korupsi. Jika terjadi, akan kami berhentikan," kata Johnny di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (13/12).
Johnny juga menyebut bahwa status Irvan di keanggotaan Garda Pemuda Jawa Barat sudah mengundurkan diri. Menurutnya, tindakan Irvan tersebut adalah murni kekeliruan individu.
Oleh karena itu, ia menilai perlu ada sistem integritas di dalam partai politik. Ia mengatakan KPK sebelumya juga pernah meminta hal yang sama.
"Kami dukung, tapi sistem integritas yang bisa mencapai dua keperluan sekaligus, modernisasi partai politik dan pencegahan korupsi secara bersama-sama," tuturnya.
Sementara itu, Johnny mengaku tidak mengetahui apakah penangkapan tersebut akan mempengaruhi elektabilitas capres Joko Widodo secara langsung. Menurutnya, penetapan tersangka Irvan tidak ada kaitannya sama sekali dengan Pilpres 2019.
"Nggak ada hubungan dengan pilpres, nggak ada hubungannya," ujarnya.
Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar mengenakan rompi tahanan berjalan keluar ruangan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (13/12).