Jumat 14 Dec 2018 09:53 WIB

KPAI Apresiasi MK Cegah Perkawinan Anak

Hal ini menunjukkan keseriusan negara dalam menghapus perkawinan usia anak.

Rep: Mabruroh/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang turut mencegah adanya perkawinan anak. KPAI telah mengabulkan perubahan batas usia perkawinan perempuan.

MK bahkan memerintahkan DPR RI untuk segera mengubah batas usia perkawinan tersebut. MK memberikan waktu tiga tahun untuk DPR dapat membuat perubahan dalam Undang-Undang Perkawinan. “Hal ini menunjukkan keseriusan negara dalam menghapus perkawinan usia anak,” kata Ketua KPAI, Susanto dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (14/12).

Baca Juga

Batas usia perkawinan anak perempuan tercantum dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 khususnya pasal 7 ayat 1. Yakni berbunyi “Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun.”

Menurut Susanto usia 16 tahun bertentangan dengan UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 26 bahwa orang tua wajib mencegah terjadinya perkawinan usia  anak. Padahal dalam UU Perlindungan Anak, usia anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

“Perkawinan usia anak menjadi salah satu problem yang akan berdampak jangka panjang bagi sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang,” ujarnya.

Data 2015 menunjukkan bahwa 23 persen perempuan berusia 20 hingga 24 tahun melakukan perkawinan pertama sebelum usia 18 tahun. Umumnya anak yang menikah usia anak, pendidikannya rendah bahkan putus sekolah.

“Hal ini rentan menyebabkan dampak jangka panjang bagi keluarganya dan berpotensi menyebabkan kemiskinan yang berulang,” katanya.

Di sisi lain, masih menurut Susanto menikah usia dini juga berpotensi meningkatkan jumlah angka kematian ibu dan balita. Lebih jauh lagi, perkawinan anak juga berdampak pada kualitas keluarga. Padahal mereka akan mengasuh anak di kemudian hari.

“Dengan demikian, perkawinan usia anak akan berdampak terhadap performa indeks kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang,” ucapnya.

Maka itu Putusan MK merupakan langkah positif untuk meningkatkan indeks sumberdaya manusia Indonesia ke depan. Karena dengan putusan tersebut akan memberikan ruang bagi perempuan menempuh pendidikan 12 tahun, meningkatkan keterampilan dan akan semakin matang baik aspek biologis maupun psikis.

Ke depan, KPAI akan mengawal penguatan pendidikan orang tua sebagai penanggung jawab utama perlindungan anak agar tidak mengawinkan pada usia anak. Selain itu memperpanjang wajib belajar hingga 12 tahun, membangun budaya masyarakat untuk mencegah terjadinya perkawinan usia anak, serta sosialisasi di kalangan agamawan dan anak-anak menjadi sangat penting.

“KPAI akan mengawal proses perubahan regulasi ini baik di DPR maupun Pemerintah sekaligus menjadi momentum mendorong harmonisasi usia anak dalam aturan perundang-undangan lainnya,” terangnya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement