Jumat 14 Dec 2018 13:50 WIB

Presiden Bertemu Ulama se-Aceh Bahas RUU Pesantren

UU diperlukan sebagai landasan hukum bagi anggaran untuk pondok pesantren.

Joko Widodo
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Presiden Joko Widodo saat bertemu sejumlah tokoh ulama dan pengurus pondok pesantren se-Aceh menjelaskan tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Pondok Pesantren. Undang-undang tersebut diajukan bagi tujuan jangka panjang, yakni untuk memberdayakan dan mengembangkan pondok-pondok pesantren di Indonesia.

"Memang pemerintah terus mendorong agar ini bisa diselesaikan karena itu adalah sebuah payung hukum besar," kata Presiden dalam acara yang berlangsung pada Jumat pukul 08.30 WIB di Ballroom Aceh 1, Hotel Hermes, Banda Aceh.

Menurut Presiden, jumlah pesantren yang ada di Indonesia yakni 28 ribu pondok. Undang-undang itu diperlukan agar terdapat payung hukum untuk memberikan anggaran kepada pesantren.

"Apabila negara ingin memberikan anggaran kepada pondok pesantren, baik dalam rangka pembangunan pondok atau untuk guru-guru ngaji yang ada di dalam pondok," ujar Presiden.

Selain itu, Presiden juga membahas tentang Islam Wasatiyah atau Islam jalan tengah. "Kalau kami lihat, hampir semua negara yang hadir saat itu mengamini bahwa Islam Wasatiyah adalah sebuah jalan yang baik bagi kita semuanya," kata Jokowi menjelaskan acara Konsultasi Tingkat Tinggi Ulama dan Cendekiawan Muslim Dunia tentang Wasatiyat Islam di Istana Bogor pada Mei 2018.

Sebanyak 105 ulama tiba di ruangan sejak pukul 07.00 WIB di hotel tempat Presiden bermalam tersebut. Beberapa ulama yang hadir antara lain Teungku Muhammad Ismi atau Abu Madinah. Kegiatan itu adalah agenda awal kunjungan kerja Presiden Jokowi di Provinsi Aceh.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement