Sabtu 15 Dec 2018 10:51 WIB

Revisi Usia Nikah, Berakhirkah Era Pernikahan Dini?

Kedua kubu capres mendukung revisi batas usia nikah ini.

Menikah muda.ilustrasi
Foto: antarafoto
Menikah muda.ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Ali Mansur, Rizkiyan Adiyudha

Sejumlah anggota Komisi VIII DPR RI berjanji segera menindaklanjuti revisi batas usia nikah perempuan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan. Aturan umur minimal 16 tahun menikah sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang Kamis kemarin. Komisi yang membidangi agama dan sosial itu sejatinya bisa menyelesaikan revisi sebelum berakhirnya masa legislasi 2014-2019.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang mengatakan, revisi UU Perkawinan memungkinkan untuk diselesaikan sebelum periode selesai. "Kalau memungkinkan mengapa tidak. Ini perintah mahkamah, tentu akan kita laksanakan," kata Marwan, Kamis (14/12).

Politikus Fraksi PKB ini mengklaim, DPR periode 2014-2019 memiliki cukup waktu untuk membahas revisi batas usia perkawinan. Apalagi, ada jeda sekitar empat bulan setelah digelarnya Pemilu 2019 sebelum masuknya DPR periode baru.

Meski begitu, ia tak menutup kemungkinan revisi baru akan dibahas pada periode berikutnya. Pembahasan revisi UU, kata dia, akan sangat bergantung pada prosedur administrasi. "Intinya, dari segi waktu memungkinkan, asalkan prosedur administrasinya terselesaikan dengan baik."

MK pada Kamis (13/12) mengabulkan sebagian gugatan uji materi UU Perkawinan terkait batas usia perkawinan. Dalam pertimbangan putusan, para hakim MK menilai perbedaan batas usia perkawinan antara laki-laki dan perempuan bisa menimbulkan diskriminasi.

Pasal yang digugat sekelompok warga negara itu adalah Pasal 7 Ayat 1 UU Perkawinan. Pasal itu mengatur batas minimal usia perkawinan laki-laki adalah 19 tahun, sementara perempuan adalah 16 tahun. MK menilai, beleid tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Perlindungan Anak. Dalam UU Perlindungan Anak disyaratkan bahwa anak-anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun sehingga batas usia yang diatur dalam UU Perkawinan masih masuk kategori anak-anak.

Marwan mengatakan, fraksinya tidak mempersoalkan adanya revisi batas usia perkawinan. Dia menilai, revisi diperlukan agar tidak ada perbedaan aturan mengenai batas usia perkawinan.

"Kalau nanti di masyarakat masih banyak yang menikah di bawah umur 16 tahun, yang penting dari segi undang-undang kita tidak bisa membiarkan begitu saja, ada dua undang-undang yang mengatur secara berbeda," ujar Marwan.

Putusan MK turut disambut baik Wakil Ketua Komisi VIII Tubagus Ace Hasan Syadzil. Politikus asal Golkar ini menegaskan, Komisi VIII akan segera menindaklanjuti putusan tersebut.

"Tentu, kami menyambut positif terkait substansi atau materi dari uji materi batas usia pernikahan perempuan yang diajukan menjadi 19 tahun," kata Ace dalam pesan singkatnya, Jumat (14/12).

Ace sepakat bahwa tidak boleh ada diskriminasi gender dalam hal batas usia pernikahan. Secara psikologis, kata dia, usia di bawah 19 tahun merupakan usia yang belum matang untuk menjalani kehidupan rumah tangga.

Bagi dia, menikah dalam usia 19 tahun juga akan membuat seseorang memiliki kesempatan lebih besar untuk membekali diri dengan pendidikan. Ace berharap, keputusan MK bisa menjadi landasan bagi DPR untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan pernikahan dini yang berimplikasi pada gejala kemiskinan.

"Seseorang berumur 19 tahun tentu minimal sudah lulus SMA sehingga pengetahuan yang dimiliki pasti memadai," tutur politikus Partai Golkar itu.

Capres dukung

Kedua kubu yang sedang bertarung di Pilpres 2019 kompak mendukung adanya revisi batas usia perkawinan. Keputusan MK diyakini akan memberikan banyak dampak positif.

Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin menilai, batas usia perkawinan memang sudah selayaknya direvisi. TKN memandang, tingginya tingkat perceraian di Indonesia salah satunya dikarenakan maraknya pernikahan dini.

"Banyak pasangan yang menikah muda dan mereka belum siap dengan dinamika pernikahan," kata Direktur Penggalangan Pemilih Perempuan TKN Koalisi Indonesia Kerja (KIK) Ida Fauziah, di Jakarta, Jumat (14/12).

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menilai, tingginya angka pernikahan dini juga menyumbang angka kematian ibu dan anak. Ini lantaran fungsi reproduksi perempuan yang menikah pada usia muda belum optimal, ditambah belum siapnya kondisi psikologis wanita yang menikah muda.

Ida sepakat adanya revisi UU Perkawinan karena akan sejalan dengan UU Perlindungan Anak. Dia mengatakan, warga baru bisa menikah dalam usia 18 tahun jika mengacu pada UU Perlindungan Anak.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement