REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pebulu tangkis Indonesia gagal menembus semifinal BWF World Tour Finals 2018. Ajang puncak gelaran BWF World Series sepanjang tahun ini berlangsung di Guangzhou, Cina, pada 12 hingga 16 Desember 2018.
Kepala Bidang Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) Susy Susanti mengakui penampilan para wakil Tanah Air kurang maksimal di Negeri Tirai Bambu. Dampaknya terasa ketika semua kandas di penyisihan grup.
Susy juga menyinggung faktor cedera yang menimpa Marcus Gideon. Keadaan tersebut membuat duel Marcus/Kevin Sanjaya tersingkir karena tidak bisa melanjutkan pertandingan.
"Memang nggak parah. Tapi itu juga mempengaruhi penampilan. Jadi lebih baik mundur, mencegah cedera yang lebih parah lagi," ujar tokoh berusia 47 tahun ini kepada Republika.co.id, Sabtu (15/12).
Dalam konteks lebih luas, Susy berharap Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) mengkaji aturan main. Ini terkait syarat jumlah pertandingan yang harus diikuti sebelum bertarung di event puncak.
Dengan padatnya jadwal, menurut Susy, membuat performa para atlet kurang maksimal. Menurut dia, keluhan tentang hal itu tidak hanya datang dari Indonesia, tapi juga dari Eropa dan juga Cina.
"Mereka harus tampil dalam 12 pertandingan (klausulnya). Sebanyak 12 pertandingan itu, hanya di open tournament. Belum lagi multi-event. Contohnya seperti Kejuaraan Dunia, Asian Games, SEA Games, Sudirman Cup, Thomas Cup. Itu kan terlalu banyak," ujar mantan atlet bulu tangkis Tanah Air itu.
Susy menilai, BWF kurang memikirkan kondisi pemain. Federasi tersebut, menurutnya, lebih fokus pada kepentingan sponsor. "Kalau kita tidak datang (mengikuti), harus bayar 5.000 dolar. Ujung-ujungnya denda," keluhnya.
Kemudian terkait hasil di lapangan, menurut Susy, menang-kalah adalah hal biasa. Sebagai mantan atlet, ia pernah mengalami hal itu.
Terpenting, lanjut Susy, ada evaluasi kekalahan tersebut ketika berhadapan dengan lawan yang sama. Ia melihat para jagoan Tanah Air tak mengalami penurunan signifikan lantaran berada di turnamen yang isinya pemain-pemain dengan peringkat teratas dunia.
"Kami pahamlah, nggak selalu performa ada di atas. Situasi-situasi yang mungkin kejenuhan atau kecapekan mempengaruhi penampilan. Yang penting laporan, evaluasi, atau penilaian dari atlet itu sendiri harus tahu, salahnya di mana," jelas Susy.