REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mendukung penyediaan pangan yang cukup dan beragam bagi masyarakat dengan meningkatkan kemandirian pangan. Komitmen ini diambil sebagai upaya meningkatkan ketahanan gizi nasional.
“Upaya-upaya yang telah dilakukan Kementan adalah mendekatkan akses masyarakat terhadap pangan, penyediaan infrastruktur produksi pangan, menjaga stabilisasi pasokan dan harga, serta mendeteksi dini daerah rentan rawan pangan dan stunting,” kata Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan Agung Hendriadi dalam keterangan pers, Sabtu (15/12).
Selama ini ketahanan pangan maupun gizi berkorelasi dengan akses masyarakat terhadap pangan. Untuk itu, Kementan menjalankan program-program yang membangun kemandirian pangan di wilayah-wilayah rentan rawan pangan.
Kementan telah melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat dalam menyediakan pangan dan gizi bagi keluarganya dengan memanfaatkan lahan pekarangan melalui kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dan Kawasan Mandiri Pangan (KMP).
“Kegiatan KRPL ini mengajak masyarakat melalui Kelompok Wanita Tani (KWT) untuk melakukan budidaya tanaman sumber karbohidrat, protein dan vitamin dengan memanfaatkan lahan pekarangan,” jelas Agung.
Sejak 2010 hingga kini, BKP telah mengembangkan KRPL di 18 ribu desa, pada hampir 500 kabupaten dan 34 provinsi.
“Tahun ini dikembangkan lagi 2.300 KRPL, 1.000 diantaranya dilaksanakan di desa stunting, dan tahun 2019 direncanakan akan dilaksanakan di 1.600 desa stunting pada 160 kabupaten 34 provinsi,” ujar Agung.
Agung menambahkan, desa stunting merupakan wilayah desa yang pertumbuhan dan perkembangan balitanya lambat, tidak sesuai dengan usia balita. Hal ini disebabkan karena kurangnya asupan gizi.
“Hingga saat ini stunting masih menjadi perhatian besar pemerintah karena Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi Balita stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 29,6% di atas batasan yang ditetapkan WHO (20%),” paparnya.
Selain KRPL, Kementan terus mendorong kemandirian pangan melalui KMP. Program yang dilakukan sejak 2015 tersebut bertujuan mendorong ketersediaan pangan di pedesaan, sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat dalam melakukan usaha, penguatan kelembagaan ekonomi, dan integrasi dukungan lintas sektor.
Agung menjelaskan, pada 2015 hingga 2017 Kegiatan KMP dilaksanakan di 23 provinsi, 76 kabupaten, 77 kawasan/ kecamatan, 388 desa, dan 388 kelompok. Tahun ini, kegiatan KMP bertambah di 20 kabupaten, 20 kawasan/ desa, dan 40 kelompok.
“Untuk 2018 ini, KMP dialokasikan di 17 provinsi dengan memberdayakan masyarakat miskin melalui padat karya serta penurunan stunting di wilayah rentan rawan pangan,” papar Agung.
Menurut Agung, KRPL dan KMP telah berkontribusi terhadap penurunan kerentanan pangan wilayah. Hal ini bisa dilihat dari perkembangan FSVA. Berdasarkan Peta FSVA 2018, terjadi peningkatan status ketahanan pangan wilayah di 177 kabupaten (44 persen), jika dibandingkan dengan FSVA 2015. “Sedangkan dari segi jumlah, telah terjadi pengurangan jumlah daerah rentan rawan pangan sebanyak 41 kabupaten dan peningkatan kabupaten tahan pangan di 47 kabupaten,” paparnya.