REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Asisten Sekretaris Jenderal Liga Arab untuk Palestina dan wilayah pendudukan Arab, Saeed Abu Ali, mengecam keputusan Australia yang mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel. Menurutnya, Australia telah mengabaikan hukum internasional.
"Keputusan itu sangat bias terhadap posisi dan kebijakan pendudukan Israel," ujar dia, dalam sebuah pernyataan, dikutip The Guardian.
Pengakuan Pemerintah Australia atas Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel juga telah menarik reaksi kecaman dari negara lain. Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengkonfirmasi keputusan itu dalam sebuah pidato di Sydney pada Sabtu (15/12), setelah muncul spekulasi selama berbulan-bulan.
Teguran atas keputusan itu datang mitra dagang Australia di Asia Tenggara, yang khawatir akan adanya kerusuhan yang dipicu oleh hal tersebut. Malaysia sangat menentang langkah itu, dengan menyebut keputusan tersebut prematur dan merupakan penghinaan terhadap Palestina.
Kesepakatan perdagangan jutaan dolar yang tertunda dengan Indonesia juga diperkirakan akan goyah akibat keputusan itu. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Arrmanatha Nasir, telah meminta Australia untuk tidak memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem dan meminta semua anggota PBB untuk mengakui negara Palestina berdasarkan prinsip solusi dua negara.
Pemimpin negosiator Palestina, Saeb Erekat, juga mengatakan keputusan itu lahir dari politik domestik yang picik di Australia. Ide tersebut diduga merupakan taktik sinis untuk membeli suara sebagian besar warga Yahudi di pemilihan Wentworth.
"Kebijakan Pemerintah Australia ini tidak berdampak apa pun untuk memajukan solusi dua negara. Yerusalem tetap memiliki masalah status final untuk dinegosiasi, sementara Yerusalem Timur, di bawah hukum internasional, merupakan bagian integral dari wilayah pendudukan Palestina," papar dia.
Dalam pidatonya, PM Morrison mengatakan Australia akan mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina. Namun pengakuan itu hanya akan dilakukan setelah solusi dua negara telah tercapai
Menurut dia, Kedutaan Besar Australia juga tidak akan dipindahkan dari Tel Aviv ke Yerusalem Barat sampai solusi itu tercapai. Namun Australia berencana untuk mendirikan kantor pertahanan dan perdagangan di Yerusalem.
Di tengah banyaknya kecaman, Kementerian Luar Negeri Israel justru memuji langkah itu sebagai langkah ke arah yang benar. "Israel memandang keputusan Pemerintah Australia untuk membuka kantor perdagangan dan pertahanannya di Yerusalem sebagai langkah ke arah yang benar," kata pernyataan Kementerian Luar Negeri Israel.
"Israel memberi selamat kepada Pemerintah Australia atas pendiriannya mengenai sanksi terhadap Iran dan juga mengenai posisi pro-Israel di PBB dan melawan antisemitisme," tambah pernyataan itu.
Israel menduduki Yerusalem Timur dalam perang Enam Hari 1967 dan kemudian mencaploknya. Israel mendeklarasikan seluruh kota itu sebagai ibu kota abadi mereka dan tak terpisahkan. Palestina mengklaim bagian timur Yerusalem sebagai ibu kota negara Palestina yang merdeka di masa depan.