REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik poligami kembali muncul belakangan ini menyusul kontroversi rencana Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengajukan larangan poligami di Indonesia. Terkait hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan tegas bahwa poligami adalah satu dari sekian tuntunan dalam syariat Islam.
Menurut Waketum MUI Zainut Tauhid, sebagian besar negara Islam membolehkan poligami namun dengan beragam syarat atau melalui undang-undang. Ia mencontohkan Mesir yang mengharuskan pria menyertakan kemampuan keuangan.
“Sebagian besar negara Islam membolehkan poligami, termasuk di Mesir, tapi diatur dalam undang-undangnya, dengan persyaratan sang pria harus menyertakan slip gaji," tutur dia kepada Republika, Ahad (16/12).
Meski begitu, adapula negara yang telah menetapkan larangan untuk melakukan poligami, salah satunya adalah Maroko. Sementara negara-negara lain, ada pula yang melegalkannya.
Sedangkan di Indonesia, Zainut melanjutkan, sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, poligami dapat dilakukan dengan beberapa persyaratan, antara lain mendapat izin dari Pengadilan Agama yang dikuatkan oleh persetujuan dari istri atau istri-istrinya, memiliki jaminan kemampuan memberikan nafkah kepada keluarganya, serta kewajiban berlaku adil kepada istri-istri dan anak-anaknya.
Ia juga menyatakan banyak keterangan dalam Alquran maupun hadits yang membolehkan seseorang melakukan poligami. Meski begitu, dia menegaskan, praktik poligami tidak serta merta dapat dilakukan oleh siapapun, karena adanya persyaratan yang cukup berat.
Persyaratan tersebut, kata Zainut, antara lain, sang suami diharuskan memiliki bertindak adil kepada istri-istrinya. Selain itu, sang suami juga harus mampu meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
“Dia (suami) juga harus dapat menjaga para istrinya, baik menjaga agama maupun kehormatannya. Dan tentunya, wajib mencukupi kebutuhan nafkah lahir dan batin para istri dan keluarganya,” tutur Zainut.