Senin 17 Dec 2018 07:40 WIB

Kasus Kematian Ibu dan Anak di Mimika Masih Tinggi

Pelayanan kesehatan ibu hamil harus minimal dilakukan 80 persen.

ANGKA KEMATIAN IBU DAN ANAK. Seorang ibu bercanda dengan anaknya sebelum melakukan pemeriksaan kesehatan bayi di Posyandu Kama di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Kamis (18/4).
Foto: ANTARA/M Agung Rajasa
ANGKA KEMATIAN IBU DAN ANAK. Seorang ibu bercanda dengan anaknya sebelum melakukan pemeriksaan kesehatan bayi di Posyandu Kama di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Kamis (18/4).

REPUBLIKA.CO.ID,  TIMIKA -- Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika, Papua mengakui kasus kematian ibu dan anak di wilayah itu masih sangat tinggi. Sehingga, diperlukan upaya dan kerja keras dari semua pihak untuk dapat menurunkannya.

Sekretaris Dinkes Mimika, Reynold Ubra, mengatakan kasus kematian ibu di Mimika tahun 2017 sedikit mengalami penurunan dari 900 per 100 ribu kelahiran hidup menjadi 500 per 100 ribu kelahiran hidup.

"Angka kematian ibu melahirkan sebesar 500 per 100 ribu kelahiran hidup ini masih sangat tinggi di atas angka kematian ibu melahirkan secara nasional di mana ditargetkan pada 2019 ditargetkan 306 per 100 ribu kelahiran hidup," kata Reynold.

Demikian pun dengan kasus kematian bayi di Mimika masih cukup tinggi. Yaitu tercatat sebanyak 53 bayi meninggal per 1.000 kelahiran hidup.

Karena itu, belum lama ini Dinkes Mimika menggelar evaluasi dan analisis menyangkut situasi pelayanan kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Mimika. Dari evaluasi dan analisis yang dilakukan, ditemukan kenyataan bahwa jumlah cakupan pelayanan kesehatan kepada ibu hamil dan anak di fasilitas kesehatan tingkat dasar terutama di wilayah pedalaman belum sepenuhnya berjalan dengan baik.

Sebagai contoh, katanya, pelayanan kesehatan ibu hamil harus minimal dilakukan 80 persen, demikian juga dengan persalinan yang difasilitasi oleh tenaga kesehatan minimal 95 persen.

"Gapnya masih terlalu besar mencapai 50-60 persen dari target minimal itu. Kalau dilihat lebih rinci lagi, berarti ada pelayanan yang tidak berkesinambungan. Ibu hamil yang mendapat pelayanan antinetal care minimal empat kali berkunjung ke fasilitas kesehatan hingga dia melahirkan. Kalau tidak ada kunjungan lagi, apa penyebabnya," kata Reynold.

Pelayanan kesehatan kepada para ibu hamil, katanya, harus dilakukan paripurna seperti pemberian tablet besi untuk dikonsumsi selama 90 hari, pemberian imunisasi tetanus (TT) serta mendapatkan pelayanan dalam hal penyakit menular seperti HIV-AIDS, screening tuberculosis (TB), hepatitis dan malaria melalui pemberian kelambu anti malaria. Selain itu, ibu hamil juga wajib diberikan obat kecacingan dan mengikuti kelas ibu hamil minimal empat kali selama masa kehamilan.

"Yang paling terakhir yaitu ibu hamil harus mendapat pertolongan saat melahirkan. Kalau misalkan melahirkan di rumah, apakah itu terjadi karena saat pergi ke Puskesmas tapi Puskesmasnya tutup atau karena faktor apa," katanya.

"Semua persoalan tersebut menjadi bahan evaluasi kami agar pelayanan kesehatan kepada ibu dan anak semakin lebih baik ke depan,: jelas Reynold.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement