REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed Aboul-Gheit pada Ahad (16/12) menyeru Australia agar mengakui Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota Negara Palestina. Seruan itu dikeluarkan sehari setelah Perdana Menteri Australia Scott Morrison secara resmi mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel.
Morison mengatakan negaranya takkan memindahkan kedutaan besarnya sampai perdamaian terwujud antara Israel dan Palestina.
"Deklarasi Australia, yang meliputi pengakuan atas Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel, mengganggu sebab itu berbenturan dengan hukum internasional dan hak rakyat Palestina yang tak bisa dibantah," kata Aboul-Gheit di dalam pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita resmi Mesir, MENA.
"Dengan cara ini, kami akan menganggap posisi Australia seimbang," kata Aboul-Gheit, sebagaimana dikutip Kantor Berita Anadolu.
Secara terpisah, Malaysia pada hari yang sama mengecam keputusan Australia untuk mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel, dan mencapnya sebagai "penghinaan" buat rakyat Palestina. Di dalam satu pernyataan, Kementerian Luar Negeri Malaysia menyatakan pengumuman itu "pradini dan merupakan penghinaan buat rakyat Palestina serta perjuangan mereka untuk memperoleh hak untuk membuat keputusan sendiri".
Pernyataan tersebut mengatakan Malaysia "dengan keras menentang keputusan pemerintah Australia dan mendukung penyelesaian dua-negara bagi konflik Palestina-Israel". Ketegangan telah tinggi di wilayah Palestina yang diduduki sejak tahun lalu, ketika Presiden AS Donald Trump secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Trump juga memindahkan kedutaan besar AS di Tel Aviv ke kota yang diduduki tersebut pada Mei.
Yerusalem tetap menjadi inti konflik beberapa dasawarsa di Timur Tengah. Rakyat Palestina berharap Yerusalem Timur, yang diduduki Israel sejak 1967, suatu hari menjadi ibu kota Negara Palestina.
Baca: Australia Diminta Pertimbangkan Kembali Akui Yerusalem Barat