REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi mengatakan kebijakan kenaikan tarif Pajak Penghasilan atau PPh 22 impor, efektif menurunkan impor barang konsumsi. Namun, diakuinya hal tersebut belum terlalu signifikan.
"Kebijakan ini telah menurunkan angka penerimaan devisa impor harian rata-rata sejak berlaku pada 13 September 2018," ujar Heru di Jakarta, Senin (17/12).
Heru mengatakan devisa impor harian rata-rata sejak pemberlakuan kebijakan ini mengalami penurunan sebanyak 9,7 persen. Nilainya turun dari 31,1 juta dolar AS selama 1 Januari-12 September 2018, menjadi 28,1 juta dolar AS yang tercatat pada 13 September-16 Desember 2018.
Penurunan devisa impor ini disumbang oleh penurunan devisa impor dari bahan penolong sebesar 12,53 persen atau dari 15,99 juta dolar AS menjadi 13,99 juta dolar serta penurunan devisa impor barang konsumsi sebesar 0,81 persen atau dari 4,85 juta dolar AS menjadi 4,82 juta dolar AS. Penurunan devisa impor dari bahan mewah mencapai 9,45 persen atau dari 10,28 juta dolar AS menjadi 9,31 juta dolar AS juga ikut memberikan kontribusi.
"Angka ini terus bergerak terkoreksi turun, tapi kita terus monitor," kata Heru.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan kenaikan tarif PPh 22 impor kepada 1147 HS komoditas barang konsumsi untuk menekan peredaran barang konsumsi impor. Kenaikan tarif tersebut dikenakan kepada 719 HS bahan penolong dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen, 218 HS barang konsumsi dari 2,5 persen menjadi 10 persen dan 210 HS barang mewah dari 7,5 persen menjadi 10 persen.
Upaya ini merupakan salah satu tindakan pemerintah untuk memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan agar tidak makin melebar dan melampaui tiga persen terhadap PDB pada akhir tahun.