Selasa 18 Dec 2018 01:00 WIB

Pengamat: Korupsi Kepala Daerah Akibat Biaya Politik Tinggi

Pengamat menilai korupsi tetap terjadi jika sistem pencalonan tak diubah.

Aksi antikorupsi (ilustrasi)
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Aksi antikorupsi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Pengamat hukum Koswara Purwasamita menilai, fenomena korupsi kepala daerah akan tetap terjadi, jika sistem pencalonan kepala daerah tidak diubah. Menurutnya, biaya politik tinggi yang dibebankan kepada calon kepala daerah yang memicu terjadinya korupsi.

"Semestinya, sistem pencalonan kepala daerah diubah guna menghindari korupsi," kata Koswaranya di Lebak, Senin (18/12).

Koswara mengatakan hal itu terkait dengan kasus korupsi kepala daerah, baik bupati, wali kota, maupun gubernur, yang ditangkap KPK sepanjang tahun 2018 sebanyak 17 orang. Namun, lanjut dia, kejahatan korupsi itu kebanyakan melalui OTT dan beraneka modus mulai adanya praktik suap menyuap dengan memberikan kemudahan proses perizinan, seperti yang dialami Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin.

Bahkan, kasus terakhir Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar juga terlibat suap pemotongan dana alokasi khusus (DAK). Mereka pelaku korupsi itu dilakukan secara beramai-ramai juga melibatkan kepala dinas maupun pengusaha swasta. Fenomena kasus korupsi kepala daerah, kata dia, terus berlanjut jika pemerintah tidak mengubah sistem pencalonan kepala daerah.

Selama ini, kata dia, mahar politik dibebankan kepada calon kepala daerah sendiri. Ketika menduduki jabatan, yang bersangkutan harus berpikir bagaimana untuk mengembalikan biaya politik itu. "Biaya politik itu tentu memicu potensi untuk melakukan kejahatan korupsi," katanya.

Oleh karena itu, menurut dia, pemilihan calon kepala daerah harus diubah sistemnya dengan kebijakan baru. Mereka bisa saja pemerintah menanggung biaya politik maupun sebaliknya dibebankan kepada partai politik yang mengusungnya.

"Saya kira jika sistem pncalonan kepala daerah tidak diubah, kasus korupsi yang dilakukan kepala daerah terus berlanjut," katanya.

Selama ini, katanya lagi, kinerja KPK patut diapresiasi karena banyak bupati ditangkap melalui OTT. "Kami berharap KPK ke depan tidak tebang pilih dalam menangani kasus korupsi juga berani menegakkan keadilan karena korupsi masuk kejahatan luar biasa," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement