REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Senator-senator Amerika Serikat (AS) baik dari Partai Demokrat maupun Republik mendapatkan dua laporan dari para ahli tentang intervensi Rusia dalam pemilihan presiden 2016 lalu.
Laporan-laporan tersebut menyebutkan intervensi Rusia melalui media sosial dalam memecah belah AS dan mendorong ideologi ekstrem lebih luas dan dalam.
Laporan-laporan tersebut mengatakan, Badan Penelitian Internet Pemerintah Rusia yang bermarkas di Saint Petersburg mencoba memanipulasi politik AS.
Laporan-laporan ini disusun oleh dua lembaga. Laporan pertama disusun oleh analis media sosial New Knowledge dan laporan lainnya disusun tim dari Universitas Oxford yang bekerja sama dengan perusahaan analis Graphika.
Dua laporan yang mirip ini memverifikasi penemuan Badan Intelijen AS sebelumnya. Tapi laporan-laporan yang terbaru ini menjelaskan lebih rinci lagi aktivitas Rusia dalam beberapa tahun kebelakang sampai saat ini.
New Knowledge mencontohkan bagaimana ujaran kebencian Rusia mendorong 'gerakan separatis' di California dan Texas.
Baca juga, Direktur CIA: Rusia akan Targetkan Pemilu Sela AS.
"Data yang baru dirilis ini menunjukan bagaimana agresifnya Rusia dalam mencari cara memecahbelah warga Amerika berdasarkan ras, agama dan ideologi," kata ketua komite bidang intelijen Senat AS, Richard Burr, Selasa (18/12).
Burr yang berasal dari partai Republik mengatakan Badan Internet Rusia bekerja untuk mengikis kepercayaan institusi demokrasi AS dan aktivitas tersebut harus segera dihentikan. Komite yang diketuai Burr mengumpulkan data dari perusahaan-perusahaan media sosial yang digunakan analis swasta dalam analisa mereka.
"Laporan ini menunjukan sejauh mana Rusia mengeksploitasi garis patahan dalam masyarakat kami untuk memecahbelah warga Amerika dalam upaya merusak dan memanipulasi demokrasi," kata Senator Mark Warner yang berasal dari partai Demokrat.
Warner mengatakan serangan-serangan Rusia terhadap demokrasi AS lebih komprehensif, diperhitungkan dan menyebar daripada laporan yang diungkapkan sebelumnya. Laporan yang disusun Oxford dan Graphika mengatakan Rusia menyebarkan berita-berita sensasional dan konspiratif.
"Dan bentuk berita politik sampah lainnya dan informasi salah untuk pemilih di segala spektrum politik," kata laporan tersebut.
Oxford/Graphika mengatakan Rusia mendorong warga Afrika-Amerika untuk memboikot pemilihan atau mengarahkan mereka ke prosedur yang salah dalam melakukan pemungutan suara. Sementara Rusia juga mendorong pemilih dari sayap-kanan untuk lebih konfrontatif lagi.
Sejak Donald Trump terpilih sebagai presiden pada 2016 lalu, Rusia mengincar warga Latin-Amerika. Rusia mendorong mereka untuk tidak lagi mempercayai institusi-institusi AS.
Laporan yang disusun New Knowledge mengatakan Rusia menjalankan operasi anti Hillary Clinton yang sangat komprehensif. New Knowledge mencontohkan upaya Rusia dalam mengorganisir unjuk rasa Muslim pro Hillary Clinton.
Laporan New Knowledge juga menyebutkan para perentas Rusia mengincar senator-senator partai Republik seperti Ted Cruz, Marco Rubio, Lindsey Graham dan mendiang John McCain. Mereka juga mengincar mantan direktur FBI James Comey, Jaksa Khusus Robert Mueller dan pendiri WikiLeaks Julian Assange.
Pada Januari 2017 lalu Badan Intelijen AS juga sudah mengeluarkan laporan yang serupa meski tidak lengkap. Mereka mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin mempengaruhi kampanye presiden AS dengan sangat canggih untuk menurunkan elektabilitas Hillary Clinton dan mendukung Trump.
Pemerintah Rusia telah membantah turut campur dan mengintervensi pemilihan presiden AS. Trump juga membantah berkerja sama dengan Rusia dalam kampanyenya.