REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau kepada para politisi dan elit politik saat menyampaikan kampanye tidak memproduksi isu SARA. Sebab tidak dibenarkan menurut ketentuan perundang-undangan, rentan menimbulkan konflik dan mengganggu harmoni kehidupan antarumat beragama.
"Politisasi SARA dampaknya sangat berbahaya karena dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa," kata Wakil Ketua Umum MUI, KH Zainut Tauhid Sa'adi kepada Republika.co.id, Selasa (18/12).
KH Zainut menjelaskan, isu poligami misalnya, meskipun hal itu merupakan fenomena sosial tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa masalah tersebut bersentuhan dengan keyakinan dan syariat agama Islam. Ketika hal itu dieksploitasi untuk kepentingan politik maka dipastikan menimbulkan ketersinggungan dan melukai perasaan umat Islam.
Sebab umat Islam meyakini dan mengimani bahwa poligami termasuk salah satu syariat yang terdapat di dalam ajaran Islam. Maka MUI mengajak semua pihak khususnya para elit politik untuk menghindari politik fitnah, kampanye berbau SARA dan ujaran kebencian. "Karena bisa merusak peradaban, menghambat konsolidasi demokrasi dan menghancurkan sendi-sendi kebhinnekaan dan kerukunan bangsa," ujarnya.
Zainut menambahkan, kepada KPU dan Bawaslu, MUI minta untuk bertindak tegas kepada para peserta Pemilu yang melakukan politik SARA. Sehingga Pemilu berjalan dengan damai, bersih dan aman.
Sebelumnya, Ikatan Pesantren Indonesia (IPI) juga mengaku heran dengan sikap beberapa politisi yang menolak tatanan akidah Islam yang menjadi bagian dari hukum nasional. Padahal dalam UUD 1945 dijamin kebebasan bagi pemeluk agama untuk menjalankan ibadah sesuai ajaran agamanya masing-masing.
"Kita sangat sayangkan adanya politisi yang menolak akidah hukum Islam, padahal itu adalah ajaran Islam dan tidak bertentangan dengan hukum kita, kenapa mereka harus menolak," kata Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) IPI, KH Zaini Ahmad kepada Republika.co.id, Senin (17/12).
KH Zaini mengatakan, tidak setuju boleh tapi jangan menolak apalagi membenci. Dia juga mengingatkan kepada para politisi tersebut agar sadar bahwa Indonesia adalah negara yang beragama. Sehingga tidak boleh ada yang melarang-larang pemeluknya untuk menjalankan syariah agama.
"Kalau mau melarang itu seharusnya larang prostitusi, peredaran minuman keras dan korupsi yang semua agama melarangnya, jangan (melarang) syariah Islam seperti poligami yang dibolehkan dengan aturan tertentu," kata Pengasuh Pondok Pesantren Al-Iklas Pasruruan, Jawa Timur itu.