REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Propagandis daring Rusia secara agresif membidik dan menggiring orang-orang Afrika-Amerika selama pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) 2016. Hal itu menyebabkan perolehan suara Hillary Clinton menyusut signifikan dan membawa kemenangan bagi Donald Trump.
Temuan tersebut diungkap para peneliti dan analis dari Oxford University. Mereka mengatakan, operasi Rusia melalui media sosial bertujuan membingungkan, mengalihkan perhatian, dan mencegah orang-orang Afrika-Amerika memberikan suaranya untuk Hillary Clinton.
Hal itu diperkuat dengan data biro sensus AS yang menyebut bahwa jumlah pemilih dari kalangan kulit hitam pada pilpres AS tahun 2016 menurun untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir.
Baca juga, Direktur CIA: Rusia akan Targetkan Pemilu Sela AS.
Jumlahnya kurang dari 60 persen dari rekor tertinggi 66,6 persen pada 2012. Fakta tersebut bertolak belakang dengan jajak pendapat yang mengatakan bahwa pemilih kulit hitam sangat mendukung Hillary Clinton daripada Trump.
Menurut New Knowledge, Rusia telah melancarkan "perang propaganda" selama lima tahun terhadap publik AS. Para peneliti Oxford menyebut propaganda dimaksudkan untuk mendorong dan menarik warga AS ke arah yang berbeda.
Namun yang jelas semua pesan disebar berusaha menguntungkan Partai Republik, khususnya Donald Trump.
Laporan-laporan terbaru menunjukkan bahwa para propagandis daring Rusia membanjiri media sosial dengan materi-materi pro-Trump. Pada saat bersamaan, mereka turut menyerang Hillary Clinton.
Salah satu konten yang disebar di media sosial adalah tentang Hillary menerima uang dari Ku Klux Klan, yakni sebuah kelompok rasis ekstrem di AS. Konten demikian sengaja diproduksi guna mengecoh dan mencegah kalangan Afrika-Amerika memberikan suaranya kepada Hillary.