REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Burundi dikenal sebagai salah satu negara termiskin di dunia, namun kaya konflik. Di tengah berbagai keterbatasan itu, umat Islam Burundi masih berupaya untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Musim haji 1432 H, ada 44 Muslim dari negeri yang terletak di Afrika Timur itu yang berkesempatan untuk bertamu ke rumah Allah SWT.
"Ini adalah kesempatan sekali dalam seumur hidup. Ketika jamaah haji kembali, kita berharap mereka akan menjadi Muslim yang sebenarnya karena mereka mendapatkan kesempatan untuk bertobat selama perjalanan," ujar Mufti Abdul Karim Gahutu, seperti dikutip laman allafrica.com.
Para jamaah haji dari Burundi itu mengaku sangat bahagia bisa menunaikan rukun Islam yang kelima. Betapa tidak. Untuk bisa melakukan perjalanan yang menghabiskan biaya 2.950 dolar AS atau 26,5 juta itu mereka harus menunggu cukup lama.
"Kami yakin akan semakin dekat dengan Allah. Semoga sepulang dari haji, saya bisa memulai kehidupan yang baru," tutur Isaac Munyakazi, salah seorang jamaah. Ya, bisa menunaikan ibadah haji ke Makkah adalah impian setiap Muslim, di mana pun mereka berada.
Jika tahun ini ada 220 ribu umat Islam dari Indonesia yang bisa menunaikan ibadah haji, dari Burundi hanya ada 44 Muslim yang bisa bertamu ke rumah Allah SWT. Bisa dimaklumi, karena selain negara itu tergolong miskin, Islam juga menjadi minoritas di negara yang berbentuk republik itu.
Menurut data pada Pew Research Center, pada 2009 jumlah Muslim di Burundi hanya mencapai 180 ribu jiwa atau dua persen dari total populasi negera itu. Namun, berdasarkan data The World Factbook dalam situs CIA yang diperbarui setiap pekan, populasi Muslim di Burundi mencapai 10 persen dari total penduduk.
Agama mayoritas di negara itu adalah Kristen yang mencapai 67 persen. Sisanya adalah agama pribumi yang dipeluk oleh 23 persen penduduknya. Meski minoritas, umat Islam di Burundi sudah mulai merasakan nikmatnya libur di Hari Raya Idul Fitri.
Sejak Idul Fitri 1426 H yang bertepatan dengan 2005, hari raya umat Islam itu untuk pertama kalinya ditetapkan sebagai hari libur nasional Burundi, setelah negara itu merdeka selama 43 tahun. Sejatinya, kehidupan Islam telah berdenyut lebih dari dua abad di negara Afrika Timur itu.