Rabu 19 Dec 2018 07:37 WIB

Perkebunan Warga di Kembangan Utara Ikut Terendam

Sayur-mayur yang terendam banjir dan rusak padahal sudah siap panen

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bilal Ramadhan
Kebun sayur milik warga di bantaran Banjir Kanal Barat, Grogol Jakarta Barat rusak akibat naiknya tinggi air setelah hujan deras mengguyur Jakarta, Senin (29/10).
Foto: Republika/Muhammad Ikhwanuddin
Kebun sayur milik warga di bantaran Banjir Kanal Barat, Grogol Jakarta Barat rusak akibat naiknya tinggi air setelah hujan deras mengguyur Jakarta, Senin (29/10).

REPUBLIKA.CO.ID, Hujan yang mengguyur kawasan Jakarta beberapa waktu lalu menyebabkan banjir di beberapa titik di Jakarta. Salah satunya daerah di RT 007/01 Kelurahan Kembangan Utara, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat. Banjir merendam lapangan sepak bola dan lahan perkebunan warga pada Kamis (13/12).

Sehingga, ratusan tanaman sayur mayur milik petani rusak bahkan sampai mati. Para petani merupakan warga asli Kembangan Utara. Lahan yang mereka jadikan kebun itu juga bukan miliknya sendiri, melainkan milik perusahaan. Mereka hanya meminjam untuk dijadikan lahan berkebun.

Salah satu petani itu Mardani (60 tahun), ia menceritakan bahwa pada Kamis dinihari, banjir telah merendam laham tanaman sayurannya. Ia mengaku, akibat banjir itu, kangkung dan bayam yang akan sebentar lagi dipanen justru mati. Sehingga, Mardani yang biasanya hampir setiap hari menjual sayuran ke Pasar Cengkareng mengalami kerugian.

"Banjir sampai se-mata kaki kalau di sini, mati semua tanamannya. Rugi ya, tetapi mau bagaimana lagi," ujar Mardani saat ditemui Republika, Senin (17/12).

Lahan yang menurut dia sekitar satu hektare itu menjadi tempat mengais rezeki bagi sekitar 10 orang petani. Mereka menggantungkan hidupnya dari berkebun di lahan itu. Mardani mengatakan, para petani tersebut hanya mencari nafkah dari hasil berkebun.

Menurut petani lainnya, Seman (70 tahun), kangkung, bayam, dan lobak yang ia tanam lebih sulit tumbuh saat musim penghujan. Ia menyebut, biasanya waktu tanam hanya 20 hari, tetapi ketika musim hujan menjadi 30 hari. Ia mengatakan, hal itu sudah menjadi risiko petani.

"Sudah risiko kalau musim hujan, mau kerja apa juga pasti ada risikonya," kata Seman sambil menyirami tanaman sayurannya.

Risiko itu termasuk ketika lahan perkebunan itu terendam banjir. Seman mengaku mengalami kerugian jutaan rupiah. Benih-benih sayuran yang sudah ditanam serta pupuk dan vitamin tidak bisa kembali dalam bentuk uang. Pasalnya, ia menyebut, tanaman sayur mayurnya mati semua.

"Rugi, kan saya sudah ngeluarin uang buat beli benih, pupuk, vitaminnya, jutaan, malah mati semua, enggak jadi uang lagi," kata Seman.

Tak hanya sayuran, lahan perkebunan itu juga ditanami tumbuhan bunga pihong. Jenis bunga tabur yang kerap digunakan untuk berziarah ke makam. Petani yang menanam tumbuhan itu adalah Dani (52 tahun). Ia menjual bunga-bunganya itu di Pasar Bunga, Rawa Belong, Jakarta Barat.

Dani menceritakan, banjir Kamis lalu merendam sebagian tanaman bunga pihongnya. Ia menyebut, sambil menunjukkan pinggangnya, banjir itu sekira pinggang orang dewasa. Bunga-bunga pihongnya rontok dan sebagian lainnya mati. Sehingga, jumlah bunga yang ia petik tak sebanyak biasanya.

"Pas banjir 25 persen lah enggak maksimal bunganya pada rontok. Yang bisa dipetik jadi berkurang dari biasanya," ujar Dani.

Menurut dia, banjir di lahan perkebunan hanya terjadi saat itu saja, tahun kemarin tidak ada banjir. Dani mengatakan, penyebab banjir karena hujan besar yang mengguyur kawasan tersebut. Selain itu, lahan perkebunan juga bersebelahan dengan aliran Kali Angke.

Sambil memetik bunga pihong, Dani mengatakan, sekitar 200 meter, aliran Kali Angke itu belum dipasangi turap. Menurutnya, banjir yang terjadi sepekan lalu karena luapan dari Kali Angke. Air itu membanjiri kawasan lahan perkebunan ditambah dengan hujan deras.

"Banjirnya ya itu karena luapan Kali Angke ini, kan ada tuh yang belum dipancak, jadi dari situ airnya ngalir ke sini," kata Dani.

Oleh karenanya, ia berharap, pemerintah segera memasang turap di aliran Kali Angke itu. Sehingga, airnya tidak meluap kembali ke lahan perkebunan. Menurutnya, jangan sampai luapan Kali Angke itu membanjiri permukiman warga sekitar termasuk rumahnya.

Mardani, Seman, dan Dani juga berharap, lahan yang sekarang menjadi sumber penghasilannya tidak didirikan bangunan oleh pemiliknya. Mereka ingin terus bisa menggunakan lahan yang luas itu untuk berkebun. Mardani mengatakan, selain itu juga lahan yang luas tersebut bisa digunakan anak-anak bermain.

"Jakarta ini kan sudah jarang lahan kosong kayak gini, di sini masih ada, anak-anak juga bisa pada main di sini, ada lapangan sepak bola, kami juga bisa bertani," kata Mardani.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement