REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Australia optimistis kesepakatan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement atau IA-CEPA) tetap akan ditandatangani sesuai rencana. Terlebih, secara subtansi kesepakatan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia sudah disetujui oleh kedua belah pihak.
"Saya pikir waktunya akan datang. Ini hanya soal kapan kesepakatan tersebut ditandatangani ujar Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Allastar Cox, usai menghadiri dialog Australia-Indonesia-Belanda di Jakarta, Selasa.
Cox mengungkapkan, hubungan dagang antara Indonesia dan Australia memiliki potensi besar yang harus digali. Demikian pula dengan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement atau IA-CEPA yang telah selesai dinegosiasikan kedua negara pada Agustus.
Dalam kunjungan Perdana Menteri Scott Morrison pada Agustus lalu, Indonesia dan Australia menyepakati IA-CEPA yang ditandai dengan Presiden Joko Widodo dan PM Morrison menyaksikan penandatangan deklarasi bersama IA-CEPA itu. Deklarasi itu ditandatangani oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito dan Menteri Perdagangan dan Pariwisata dan Investasi Australia Simon Birmingham.
Indonesia dan Australia memiliki Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komperhensif Indonesia-Australia(IA-CEPA) senilai US$11,4 miliar (Rp17,3 triliun). Namun, penandatanganan perjanjian perdagangan bebas Indonesia-Australia kembali ditunda karena rencana pemindahan Kedutaan Australia dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana berpendapat, Indonesia perlu menyampaikan kembali sikapnya terhadap Australia. Menurutnya, Indonesia harus menyatakan ketidaksetujuannya.
"Ketidaksetujuan Indonesia dapat diwujudkan dengan memanfaatkan daya tekan untuk tidak menandatangani perjanjian perdagangan yang seharusnya dilakukan bulan Desember ini," kata Hikmahanto, di Jakarta, Sabtu.