REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Donald Trump dilaporkan akan menarik 2.000 tentara AS secara penuh dan cepat di Suriah. Penarikan pasukan sebagai buntut pernyataan Trump atas kemenangan perang melawan ISIS.
Juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders, mengatakan, penarikan pasukan menandai dimulainya "fase berikutnya" dalam perjuangan dengan ISIS.
"Lima tahun lalu, ISIS adalah kekuatan yang sangat kuat dan berbahaya di Timur Tengah, dan sekarang Amerika Serikat telah mengalahkan mereka," kata Sanders seperti dikutip pada laman Guardian, Rabu (19/12).
“Kemenangan atas ISIS di Suriah ini tidak menandakan akhir dari Koalisi Global atau kampanyenya. Kami bertransisi ke fase berikutnya dari kampanye ini," kata Sanders lagi.
Rencana penarikan pasukan AS di Suriah sebenarnya sempat digulirkan beberapa waktu lalu. Namun pada saat itu, rencana tersebut terhalang karena Trump dibujuk oleh sekutu dan penasihatnya untuk tetap menyelesaikan perjuangan melawan ISIS dan menahan Iran.
Rencana Trump menarik ribuan pasukan AS memang banyak dikritisi. Presiden Prancis Emmanuel Macron membujuk presiden AS agar mempertahankan pasukan di Suriah sebagai benteng melawan kebangkitan ISIS.
Penasihat keamanan nasional Trump sendiri, John Bolton, dengan gigih menentang keputusan tersebut, karena alasan yang berbeda. Pada sidang umum PBB pada bulan September Bolton menyatakan: "Kami tidak akan pergi selama pasukan Iran berada di luar perbatasan Iran dan itu termasuk proxy dan milisi Iran," kata Bolton.
Lindsey Graham, seorang senator senior Partai Republik yang merupakan pendukung setia Trump pada sebagian besar masalah, mencela keputusan tersebut.
"Jika laporan media ini benar, itu akan menjadi kesalahan seperti Obama yang dibuat oleh administrasi Trump," kata Graham dalam sebuah pernyataan.
Lewat kicauannya pada Rabu (19/12), Trump menegaskan keberhasilan AS mengalahkan ISIS. "Kita telah mengalahkan ISIS, satu-satunya alasan mengapa (tentara) saya tetap di sana selama masa kepresiden ini," cicit Trump.