Kamis 20 Dec 2018 09:50 WIB

Iran Peringatkan Australia tak Pindah Kedubes ke Yerusalem

Rencana pemindahan Kedubes Australia ke Yerusalem dinilai langkah keliru.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Sebuah tanda di jembatan yang mengarah ke kompleks Kedutaan Besar AS menjelang pembukaan resmi di Yerusalem, Ahad (13/5). Pembukaan Kedutaan Besar AS pada hari ini, Senin (14/5), di Yerusalem yang diperebutkan oleh Israel dan Palestina.
Foto: Foto AP/Ariel Schalit
Sebuah tanda di jembatan yang mengarah ke kompleks Kedutaan Besar AS menjelang pembukaan resmi di Yerusalem, Ahad (13/5). Pembukaan Kedutaan Besar AS pada hari ini, Senin (14/5), di Yerusalem yang diperebutkan oleh Israel dan Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemerintah Iran memperingatkan Australia agar tak memindahkan kedutaan besarnya untuk Isreal ke Yerusalem. Teheran menilai langkah tersebut keliru dan jelas melanggar resolusi internasional.

“Jika dilaksanakan keputusan itu akan dilihat sebagai pelanggaran terhadap semua resolusi internasional yang terkait dengan Palestina dan wilayah yang diduduki Israel,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Bahram Qasemi saat berbicara dengan Kantor Berita Iran Azad pada Rabu (19/12).

Qasemi mengatakan rencana Australia memindahkan kedutaannya untuk Israel ke Yerusalem tidak akan membantu menyelesaikan konflik Palestina-Israel dan Timur Tengah. “Itu hanya akan meningkatka ketegangan di kawasan ini,” ucapnya.

Australia telah mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel pekan lalu. Menurut Perdana Menteri Australia Scott Morrison, kantor perdagangan dan pertahanan akan dipindah ke kota tersebut.

Namun, Morrison mengatakan belum akan memindahkan kedutaan besar Australia untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Langkah tersebut akan dilakukan saat perdamaian antara Israel dan Palestina tercapai.

Kendati demikian Palestina tetap mengecam keputusan Australia mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel. Sekretaris Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Saeb Erekat menilai hal itu tak bertanggung jawab dan melanggar hukum internasional.

"Sejak awal kami telah melihat keputusan Pemerintah Australia mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel sebagai salah satu tempat politik domestik yang picik, mengarahkan kebijakan yang tak bertanggung jawab dan bertentangan dengan perdamaian serta keamanan dunia," ujar Erekat pada akhir pekan lalu.

Ia menilai, status Yerusalem seutuhnya harus ditentukan melalui negosiasi. "Seluruh Yerusalem tetap menjadi masalah status final untuk negosiasi, sementara Yerusalem Timur, di bawah hukum internasional, merupakan bagian integral dari wilayah Palestina yang diduduki," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement