REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengkalkulasi dampak gempa bumi yang terjadi di Sulawesi Tengah (Sulteng) pada September lalu. Bencana tersebut menyebabkan munculnya penduduk miskin baru.
Kepala BNPB Willem Rampangilei menyatakan lewat data Bappenas, pertumbuhan ekonomi di sana terganggu oleh bencana. Ketika tidak terjadi bencana, ia menyebut ekonomi tumbuh 6,24 persen.
Sedangkan, bencana gempa dan tsunami menyebabkan penurunan 4,49 persen. Alhasil, pertumbuhan ekonomi pascagempa hanya 1,75 persen.
"Dari data Bappenas menurunnya pertumbuhan ekonomi akan berdampak pada inflasi yaitu sebesar 6,63 persen," katanya dalam konferensi pers di Graha BNPB, Rabu (19/12).
BNPB berkomtimen melakukan upaya pengurangan risiko bencana untuk mengurangi dampak ekonomi itu. Apalagi Indonesia rawan terhadap bencana. Sehingga menurutnya, pemerintah wajib berinvestasi dalam program pengurangan risiko bencana.
"Karena kejadian bencana, masyarakat yang hampir miskin menjadi miskin. Yang miskin bertambah miskin. Padahal pemerintah sudah bekerja keras dalam rangka upaya pengentasan kemiskinan," ujarnya.
Penurunan tingkat ekonomi di Sulteng akibat bencana alam menghasilkan jumlah penduduk miskin baru sebanyak 18.400 jiwa. Sehingga tingkat kemiskinan di Sulteng pada 2019 naik menjadi 14,42 persen atau 438.610 jiwa. Ia memprediksi pemulihan ekonomi di Sulteng butuh waktu minimal tiga tahun.
"Tiga tahun adalah angka perkiraan. Jadi, pemerintah akan berusaha keras untuk melakukan pemulihan secara cepat sehingga pertumbuhan ekonomi dapat dipulihkan juga," ucapnya.
Ahli gempa dan tsunami Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko mengungkapkan, adanya deformasi vertikal dan horizontal hingga beberapa meter di dasar laut di sekitar Sulawesi Tengah. Ia mengatakan deformasi ini yang menjadi penyebab tsunami dan likuefaksi di Sulawesi Tengah.
Widjo Kongko saat dihubungi di Jakarta, Senin (17/12), mengatakan hasil survei yang dilakukan bersama peneliti dari BPPT, lembaga penelitian lain dan akademisi di perairan Teluk Palu dan daratan Palu, Sigi dan Donggala menunjukkan adanya deformasi horizontal dan vertikal akibat pergeseran sesar. Dari hasil survei batimetri di Teluk Palu menunjukkan adanya penurunan signifikan di dasar laut.