REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak berbalik naik (rebound) pada akhir perdagangan Rabu (19/12), menghapus beberapa kerugian tajam pada Selasa (18/12), karena persediaan AS jatuh pekan lalu dan Federal Reserve mengumumkan kenaikan suku bunga untuk keempat kalinya tahun ini. Persediaan minyak mentah AS turun 0,5 juta barel dari pekan yang berakhir 14 Desember, menandai penurunan mingguan ketiga berturut-turut menurut laporan mingguan yang dirilis oleh Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Rabu.
Minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari 2019 naik 0,96 dolar AS menjadi menetap di 47,2 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara itu, patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Februari 2019 meningkat 0,98 dolar AS menjadi ditutup pada 57,24 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Baca juga, The Fed Naikkan Suku Bunga Acuan
Minyak mentah berjangka memangkas kenaikannya setelah bank sentral AS menaikkan target suku bunga federal fund ke kisaran 2,25 persen hingga 2,50 persen, lebih tinggi dari laporan November di kisaran 2,00-2,25 persen. Hal ini menimbulkan aksi jual dramatis di saham-saham karena kekhawatiran atas pertumbuhan ekonomi lebih lambat.
Kenaikan suku bunga yang diperkirakan secara luas memperkuat dolar AS, karena The Fed memperketat aliran greenback melalui pasar. Hal ini membuat harga minyak lebih mahal karena diperdagangkan dalam dolar AS.
Untuk meningkatkan kepercayaan pasar, Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih mengatakan kepada wartawan di Riyadh pada Rabu bahwa keseimbangan pasokan dan permintaan akan tercapai pada 2019. Ia menambahkan bahwa stok minyak global akan menurun pada akhir kuartal pertama tahun depan.
Dia mencatat bahwa implikasi di luar sisi penawaran dan permintaan juga telah mempengaruhi harga minyak, termasuk tingkat suku bunga AS, penguatan greenback, ketegangan perdagangan global dan masalah geopolitik seperti sanksi-sanksi AS terhadap Iran.