REPUBLIKA.CO.ID, SITUBONDO -- KH A Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus menggarisbawahi pentingnya sastra dalam kehidupan saat ini. Utamanya, di tengah banjir informasi yang seringkali memancing emosi. Karenanya, Muktamar Sastra menjadi momen strategis dan penting.
"Muktamar Sastra penting. Di dalam sastra tidak hanya olah pikir, tapi juga olah rasa. Kita sekarang yang kurang adalah olah rasa," ujar Gus Mus saat menyampaikan pidato kebudayaan dalam Muktamar Sastra di Situbondo, Rabu (18/12).
Muktamar Sastra perdana di Indonesia ini berlangsung 18 - 20 Desember 2018. Diikuti ratusan sastrawan, Muktamar Sastra mengusung tema "Menggali Kenusantaraan Membangun Kebangsaan".
"Orang yang tidak punya dzauq (rasa), jangan diajak bicara soal sastra, tidak mudeng (mengerti)," lanjutnya.
Menurut Gus Mus, jika seseorang tidak punya rasa, maka perhatiannya hanya terfokus pada manusia, bukan perasaan manusia. Rasa itu yang menjadi keunggulan dan perbedaan orang pesantren. Dan itu, tidak terlepas dari tradisi sastra di pesantren.
"Sastra itu makanan orang pesantren. Itu yang membedakan orang pesantren dan bukan," ujar Gus Mus.
"Orang pesantren punya humor, kesantunan, kelembutan. Ada atsar (bekas) dari sastra Alquran pada diri mereka. Sebab, mereka tidak hanya membaca tapi juga mempelajari ilmu alat untuk memahami keindahan Alquran," tandasnya.
Muktamar Sastra akan berlangsung hingga 20 Desember 2018. Muktamar didesain dalam sidang pleno dan diskusi panel. Gus Mus dijadwalkan akan menyampaikan pidato kebudayaan dengan tajuk "Santri, Sastra, dan Peradaban".
Sub tema yang akan dibahas hingga besok, antara lain: Sejarah Kasusastraan Pesantren, serta Pergumulan Kasusastraan di Indonesia. Akan diputar dan didiskusikan juga film Da'wah dan Jalan Da'wah Pesantren.
Sejumlah tokoh dijadwalkan hadir dalam Muktamar Sastra, antara lain: KH R Achmad Azaim Ibrahimy, KH D Zawawi Imron, KH Mutawakkil Alallah dan Emha Ainun Nadjib.