Kamis 20 Dec 2018 23:04 WIB

Baznas Usulkan Revisi UU Zakat dan UU Pajak Penghasilan

Usulan perubahan UU Zakat dan UU Pajak khususnya tentang pajak penghasilan.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Pusat Studi Ekonomi dan Bisnis Syariah IPB Irfan Syauqi Beik saat memberikan paparan pada acara Focus Group Discussion (FGD) bertema Virtual Currency yang diselenggarakan oleh Republika di Double Tree Hotel, Cikini, Jakarta, Kamis (25/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Direktur Pusat Studi Ekonomi dan Bisnis Syariah IPB Irfan Syauqi Beik saat memberikan paparan pada acara Focus Group Discussion (FGD) bertema Virtual Currency yang diselenggarakan oleh Republika di Double Tree Hotel, Cikini, Jakarta, Kamis (25/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) mengusulkan agar Undang-Undang Zakat no 23 tahun 2011 dan Undang-Undang Pajak Penghasilan no 36 tahun 2008 direvisi. Langkah tersebut dilakukan agar zakat bisa berubah statusnya dari pengurang pendapatan kena pajak menjadi pengurang pajak langsung.

Direktur Pusat Kajian Strategis (Puskas) Baznas, Irfan Syauqi Beik mengungkapkan dia mengusulkan agar zakat bisa menjadi pengurang pajak langsung atau menjadi kredit pajak. Sebab dengan begitu maka potensinya bisa sangat ideal.

"Zakat menjadi pengurang pajak langsung maka potensi pajak bisa ideal yaitu 3,4 persen dari PDB. Di tahun 2017 PDB yaitu Rp 13.500 triliun maka dapat Rp 462 triliun," ujarnya seusai pelaksanaan acara seminar refleksi Baznas akhir tahun yang diselenggarakan di Universitas Pendidikan Indonesia, Kamis (20/12).

Ia menuturkan, saat ini zakat yang hanya sebagai pengurang pendapatan kena pajak. Potensinya 1,57 persen dari PDB atau hanya Rp 213 triliun. Sehingga dengan fakta seperti itu pihaknya ingin agar kondisi ideal bisa dicapai dengan perubahan undang-undang.

Menurutnya, perubahan yang dilakukan adalah UU Zakat dan UU Pajak khususnya tentang pajak penghasilan. Ia mengatakan upaya perubahan atau revisi merupakan proses politik sehingga itu semua tergantung kesepakatan antara DPR dengan pemerintah.

"Yang bisa dilakukan Baznas siap mengawal dana sebesar itu. Sebagai bukti mengenai kualitas kinerja hal apa yang perlu diperbaiki, maka kami mengeluarkan alat ukur indek zakat nasional," ungkapnya.

Irfan mengungkapkan dengan alat ukur tersebut pihaknya bisa mengidentifikasi dan menganalisis apa-apa saja yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya. "Itulah kegunaan indek zakat nasional, misalnya lemah di regulasi maka dorong pemda buat perda dan surat edaran," katanya.

Dia menambahkan, berdasarkan indek zakat nasional pada 2018 melibatkan 30 provinsi di Indonesia terjadi peningkatan kinerja dari 0,48 menjadi 0,51 atau terdapat kenaikan sebesar 0,03. Fakta tersebut menunjukan kinerja Baznas mengalami peningkatan.

"Tentu kita tidak berpuas diri, nilai ini kelasnya cukup baik. Ada lima kelas, tidak baik, kurang baik, cukup baik, baik dan sangat baik. Tahun depan ingin naik kelas menjadi baik," ungkapnya.

Ia pun memproyeksikan perolehan zakat yang dikelola Baznas pada 2017 naik 40 persen atau minimal 25 persen hingga akhir tahun ini. Menurutnya, jika diangkakan pada 2017 mencapai Rp 6,2 triliun maka pihaknya tahun ini berharap bisa menjadi Rp 8 triliun.

Sementara itu, anggota Baznas Nana Mintarti mengungkapkan berdasarkam Undang-Undang Zakat dikatakan zakat masih bersifat belum wajib atau sukarela. Oleh karena itu, Puskas Baznas tengah menyiapkan naskah akademik yang akan diusulkan kepada DPR. "Rancangan draft UU Zakat bisa lewat inisiatif legislasi yang melakukan revisi," ungkapnya.

Selain itu, pihaknya terus berkoordinasi dengan Dirjen Pajak yang berada di bawah Kementerian Keuangan dengan harapan mereka bisa menyambut usulan tersebut. Dia menambahkan, jika penghimpunan dan disosialisasikan dengan sungguh-sungguh maka perolehan zakat bisa naik.

Menurutnya, sejak 2016 trend penerimaan zakat ditingkat naasional mengalami kenaikan. "Kita harapkan mengelola zakat sungguh sungguh dan komitmen menular ke daerah," ungkapnya.

Nana mengatakan, kegiatan yang dilakukan Baznas di kampus merupakan bagian dari akuntabilitas lembaga Baznas. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Baznas harus terlihat dan sesuai dengan apa yang ditugaskan dalam undang-undang.

Ia pun mengungkapkan salah satu hasil riset Puskas Baznas tentang kaji dampak merupakan bentuk pertanggungjawaban secara akademis dan akan dilaporkan kepada presiden. Anggota Baznas lainnya, Irsyadul Halim memgungkapkan keberadaan zakat menjadi solusi alternatif untuk mengurangi kemiskinan. Namun selama ini masih kurang percaya dan yakin terhadap pengelolaan zakat.

"Forum ini meyakinkan apa yang dilakukan Baznas melalui Puskas banyak hal yang positif melalui zakat untuk mengurangi kemiskinan," katanya.

Dia menuturkan, saat ini masyarakat banyak yang belum paham tentang zakat. Oleh karena itu melalui kampus pihaknya berharap lulusannya bisa menjadi duta zakat di masyarakat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement