REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan hingga Jumat (21/12) sore, belum ada kabar dari Oesman Sapta Odang (OSO) terkait pengunduran dirinya sebagai pengurus partai politik (parpol). Meski demikian, KPU masih menanti surat pengunduran diri OSO hingga pukul 24.00 WIB.
Dia menyatakan, pihak OSO belum memberikan kabar apapun soal tindak lanjut putusan PTUN dan MA sebagaimana yang disyaratkan KPU. "Kami masih menunggu hingga pukul 24.00 WIB," ujar Pramono kepada wartawan saat dijumpai di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat sore.
Sebenarnya, kata Pramono, OSO hanya tinggal menyerahkan surat pengunduran diri saja kepada KPU. Dengan begitu, OSO langsung bisa dimasukkan ke dalam daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2019.
"Kalau ada surat pengunduran diri itu, OSO langsung masuk DCT. KPU tidak perlu menggelar pleno lagi (untuk memasukkan ke DCT)," tegas Pramono.
Sebaliknya, jika sampai pukul 24.00 WIB tidak ada surat pengunduran diri yang masuk, maka OSO tidak bisa masuk ke dalam DCT Pemilu 2019. Jika kondisinya demikian, maka statusnya bukan gugur, melainkan tidak masuk ke DCT.
"Kami tetap menunggu dan masih mengharapkan Pak OSO bisa menunjukkan sikap negarawan ya. Masih ada waktu beberapa jam ke depan," lanjut Pramono.
Pramono menegaskan, kesempatan bagi OSO untuk menyampaikan surat pengunduran diri memang jatuh tempo pada Jumat. Hal ini bersamaan dengan masa akhir validasi surat suara yang juga berakhir pada hari ini.
Menurut Pramono, validasi surat suara Pemilu 2019 sudah berlangsung sejak beberapa hari lalu. Sehingga, jika OSO sudah menyatakan mengundurkan diri secara resmi, bisa segera dimasukkan sebagai peserta pemilu.
Kemudian, keikutsertaannya juga bisa langsung dicantumkan ke dalam surat suara pemilihan calon anggota DPD. Pramono mengakui jika masa validasi surat suara tidak bisa diperpanjang.
Sebab, jadwal proses produksi surat suara sudah ditentukan pada 2 Januari 2019. "Untuk pencetakan, kemudian distribusi ke tingkat kabupaten/kota memakan waktu selama 70 hari. Jadi dia proses itu berlangsung sejak Januari hingga pertengahan Maret," jelasnya.
Kemudian, dari kabupaten/kota, surat suara disortir, dipilah dan dilipat serta selanjutnya dikirim ke kecamatan. Setelahnya, surat suara disalurkan ke TPS sesuai kebutuhan. Proses ini dilakukan sejak pertengahan Maret hingga pertengahan April.
"Artinya, waktunya tidak bisa mundur lagi. KPU memberikan peluang kepada OSO untuk bisa masuk DCT tapi harus mundur dulu. Kami tidak mengabaikan PTUN, sebab kalau kami abaikan, Pak OSO justru tidak kami beri kesempatan sama sekali, karena DCT Pemilu sudah ditetapkan sejak 20 September lalu," tambah Pramono.
Sebagaimana diketahui, KPU sebelumnya telah mengirim surat kepada OSO. Surat tersebut bernomor 1492/PL.01.4-SD/03/KPU/XII/2018 tertanggal 08 Desember 2018.
Surat itu menegaskan sikap KPU dalam menindaklanjuti putusan PTUN dan MA dengan merujuk kepada putusan MK. KPU akan memasukkan OSO ke dalam DCT Pemilu 2019 jika yang bersangkutan mundur sebagai pengurus parpol.
Kuasa Hukum OSO, Gugum Ridho Putra, mengatakan kliennya sudah melaporkan KPU ke Bawaslu terkait putusan PTUN dan MA. Menurutnya, OSO tidak akan mundur sebagai pengurus parpol.
"Kami melaporkan KPU atas dugaan pelanggaran administrasi pemilu dan laporan pelanggaran pidana pemilu. Kedua laporan sudah dimasukkan pada Selasa (18/12)," ujar Gugum ketika dikonfirmasi, Kamis (20/12).
Gugum mengatakan, OSO tidak akan mundur dari parpol. Sebab, pihaknya berpedoman kepada putusan PTUN.
"Kami tetap mematuhi putusan PTUN yang memerintahkan KPU untuk memasukkan Pak OSO dalam DCT tanpa perlu mundur (dari parpol). Yang kalah di pengadilan itu KPU, yang menang kita. Kok malah yang menang disuruh mengalah," ungkapnya.