REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terbitnya Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Definitif untuk Freeport Indonesia atas perubahan kontrak karya memaksa Freeport perlu mematuhi amanat undang undang. Salah satunya adalah memberikan penerimaan negara lebih besar dari sebelum sebelumnya.
Vice Chairmain Freeport McMoran, Richard Adkerson mengatakan kenaikan penerimaan negara merupakan salah satu komitmen Freeport ke depan. Alasannya, kata Richard dengan terbitnya IUPK definitif artinya Freeport lebih yakin atas kepastian investasi.
"Dengan terbitnya IUPK ini maka menjadi jaminan untuk kami atas kepastian investasi. Rencana investasi kami kedepan akan besar," ujar Adkerson di Kementerian ESDM, Jumat (21/12).
Salah satu komitmen tersebut, kata Adkerson, akan diwujudkan dari pembangunan smelter. Freeport wajib membangun smelter selambat lambatnya lima tahun dari terbitnya IUPK, 21 Desember 2018. Untuk itu, perusahaan akan segera mengebut pembangunannya.
"Itu menjadi komitmen kami dan kami akan segera merealisasikan pembangunan smelter," ujar Adkerson.
Hal senada diutarakan oleh Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia, Tony Wenas. Tony menjelaskan salah satu poin kesepakatan antara Freeport dan Pemerintah Indonesia adalah Freeport akan memberikan penerimaan negara yang lebih besar kepada negara.
Penerimaan negara tersebut termasuk dari Royalti, PNBP serta setoran pajak. Kata Tony, secara akumulasi penerimaan total tersebut akan terealisasi lebih besar mulai 2021 mendatang. "Itu akumulasi. Bukan berarti dihitung karena volume produksi saja. Tetapi secara standar tentu ada kenaikan jumlah setoran," ujar Tony.
Sayangnya, ia tidak bisa merinci berapa besaran yang ia janjikan tersebut. Ia hanya mengatakan akan ada standar penerimaan yang lebih besar. Meski ia lupa berapa persen besarannya. "Angkanya saya lupa. Tapi itu tertuang di dalam IUPK. Nilai standar besar. Bukan karena produksinya yang besar. Tapi nilainya semuanya yang lebih besar," ujar Tony.
Sedangkan persoalan smelter, kata Tony, pihak Freeport akan segera memutuskan lokasi tempat yang akan dibangun. Jika selama ini ada beberapa opsi wilayah pembangunan smelter seperti di Papua, Nusa Tenggara Barat dan Gresik, Tony hanya menjelaskan keputusannya akan segera ditetapkan.
"Nanti akan segera kita tetapkan. Sekalian dengan pembahasan RKAB dan Izin Ekspor. Itu akan paralel kita bahas dengan Dirjen Minerba," ujar Tony.