REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengkritik rencana PT Kereta Api Indonesia dan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), yang akan meluncurkan kereta rel listri (KRL) jenis premium. Menurutnya, hadirnya KRL jenis premium berpotensi melanggar hak-hak konsumen KRL secara keseluruhan.
Tulus mengatakan, dari sisi managemen KA commuter, peluncuran KRL premium adalah langkah mundur. Ia menegaskan, di negara manapun KA commuter tidak ada pembagian kategori kelas. "Tidak ada premium, tidak ada express dan sejenisnya. Yang sekarang ini sudah benar, kok mau diruntuhkan lagi," ucapnya, Sabtu (22/12).
Kemudian, kehadiran KRL Premium hanya akan meminggirkan KRL reguler saja. Apapun alasannya. Karena apa yang dilakukan managemen KAI adalah menyalahi pakem. Dampak pemberlakuan KRL premium, adalah potensi pelanggaran hak-hak konsumen KRL secara keseluruhan sangat besar.
Seharusnya, PT KAI atu PT KCI fokus pembenahan pelayanan secara keseluruhan, seperti memperbaiki infrastruktur atau menambah rangkaian. Sehingga KRL sebagai angkutan masal bisa mengangkut penumpang lebih banyak, dengan keandalan dan pelayanan yang prima.
Ssmentara itu, menurutnya saat ini finansial PT KAI tertekan hebat karena beberapa hal, akibat dipaksa harus menghandle proyek LRT Jabodebek, dana PSO yang terlambat dicairkan atau bahkan dana IMO yang belum dibayar pemerintah. Sehingga PT KAI berupaya menambal pendapatannya dengan mengoperasikan KRL premium.
" Jika alasan PT KAI ingin menambah di luar pendapatan tiket (non fare box), PT KAI bisa melakukan di sektor properti atau iklan. Asal jangan iklan rokok, karena melanggar regulasi," ujarnya.
Kendati demikian, Tulus meminta pemerintah dan managemen PT KAI membatalkan rencana pemberlakuan KRL premium. Ini kebijakan kontra produktif bagi konsumen KRL secara keseluruhan dan bagi PT KAI. Selain itu akan menjadi bahan tertawaan oleh komunitas operator kereta di dunia.