REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pengunduran diri Brett McGurk, utusan khusus Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam perang melawan ISIS, dipicu pengunduran diri Menteri Pertahanan Jim Mattis. Hal tersebut disampaikan seorang sumber yang mengetahui masalah tersebut.
Sumber tersebut pada Sabtu (22/12) mengungkapkan bahwa McGurk, yang sebenarnya dijadwalkan menyelesaikan tugasnya pada Februari 2019, merasa keberatan dengan keputusan Donald Trump untuk menarik pasukan AS dari Suriah. Sang sumber menambahkan bahwa pengunduran diri Mattis memberikan dampak yang sangat besar pada keputusan McGurk untuk mundur.
Brett McGurk, utusan khusus presiden AS untuk koalisi global guna mengalahkan kelompok militan, mengajukan surat pengunduran dirinya efektif pada 31 Desember kepada Menteri Luar Negeri Mike Pompeo pada Jumat (21/12), kata seorang pejabat Deplu AS.
Presiden Trump, dalam perubahan kebijakan yang tiba-tiba, pada Rabu mengumumkan bahwa Washington akan menarik sekitar 2.000 prajuritnya di Timur Tengah. Keputusan itu mengejutkan para sekutu AS.
Keputusan Trump diikuti pengunduran diri yang mengagetkan oleh Menteri Pertahanan AS Jim Mattis, yang dalam surat pengunduran dirinya kepada Trump mengungkapkan kesenjangan yang tumbuh antara keduanya mengenai kebijakan luar negeri.
Sementara itu, Trump mencuit pada Sabtu (22/12) malam bahwa McGurk telah memajukan tanggal pengunduran dirinya dan menambahkan, "Orang yang butuh perhatian penonton?"
"Berita bohong sedang membesar-besarkan masalah yang tidak ada apa-apanya ini!" kata dia di Twitter.
Seorang pejabat senior merujuk kepada McGurk sebagai arsitek dari perjanjian gagal yang dibuat semasa Obama mengenai Iran. Trump sebelumnya tahun ini mundur dari perjanjian penting tahun 2015 yang dicapai mantan Presiden Barack Obama dengan Iran untuk membatasi program nuklirnya.
McGurk dipilih Obama tahun 2015 dan telah berperan dalam pembentukan kebijakan Washington di bagian utara Suriah, khususnya dukungannya bagi Pasukan Demokratis Suriah (SDF) pimpinan Kurdi, aliansi milisi Arab dan Kurdi yang berperang melawan ISIS dengan dukungan AS selama tiga tahun.
Pasukan sekutu AS meraih kemenangan gemilang melawan kelompok jihad Sunni itu di bagian utara Suriah, merebut kembali kota-kota kunci seperti Raqqa, ibu kota kekhalifahan yang dinyatakan sepihak oleh ISIS.
Tetapi McGurk, bersama dengan lembaga-lembaga lain di jajaran pemerintahan AS, meyakini pertempuran melawan kelompok militan itu belum berakhir.