Senin 24 Dec 2018 07:52 WIB

Warga Lebanon Protes Kondisi Ekonomi dan Politik yang Buruk

Dmeonstrasi diwarnai bentrokan dengan polisi.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Demonstran antipemerintah bentrok dengan polisi antihuru-hara di Beirut, Lebanon, Ahad (23/12).
Foto: AP Photo/Bilal Hussein
Demonstran antipemerintah bentrok dengan polisi antihuru-hara di Beirut, Lebanon, Ahad (23/12).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Ratusan warga Lebanon melakukan aksi unjuk rasa memprotes kondisi ekonomi negara yang memburuk pada Ahad (23/12). Kemarahan publik meningkat terhadap para politikus yang menemui jalan buntu dalam membentuk pemerintahan baru sejak Mei lalu.

Para demonstran berbaris ke gedung pemerintahan di Beirut tengah. Mereka membawa spanduk yang menyerukan diakhirinya jalan buntu pembentukan pemerintahan dan diberantasnya aksi korupsi.

Beberapa pengunjuk rasa mengenakan rompi kuning yang juga dikenakan oleh pengunjuk rasa dalam demonstrasi anti-pemerintah di Prancis. Seruan untuk unjuk rasa dimulai di media sosial dengan menggunakan simbol rompi kuning dan pohon cedar, simbol nasional yang muncul di bendera negara.

Protes bertambah rusuh dan pengunjuk rasa yang marah melempari pasukan keamanan dengan botol air. Pasukan keamanan mengatur barikade yang memisahkan mereka dari para pengunjuk rasa.

Menjelang sore, demonstrasi mulai melemah tetapi sejumlah pengunjuk rasa kemudian berbaris ke sebuah distrik komersial di Beirut. Mereka meneriakkan revolusi dan mendesak yang lain untuk bergabung dengan mereka. Beberapa pengunjuk rasa mencoba memblokir jalan, serta menggunakan tempat sampah dan besi untuk menghentikan lalu lintas.

Media dan stasiun TV lokal menyiarkan rekaman video tentara mengejar sejumlah pengunjuk rasa ketika bentrokan terjadi. Pernyataan militer mengatakan, mereka tidak akan mentolerir serangan terhadap properti publik.

Dua media lokal, Al-Jadeed TV dan surat kabar Daily Star, mengatakan wartawan mereka diserang oleh pasukan keamanan. Menurut Al-Jadeed, lengan kameramennya rusak dan kameranya hancur.

Namun, unjuk rasa solidaritas yang lebih kecil dan lebih tenang terjadi di kota selatan Nabatiyeh. Protes telah menyebar ke beberapa kota dalam beberapa pekan terakhir setelah politisi gagal membentuk pemerintahan baru setelah pemilihan parlemen pada Mei.

Upaya untuk membentuk pemerintah persatuan nasional tersendat pada Sabtu (22/12), hingga memicu kemarahan para demonstran keesokan harinya. "Rakyat ingin menjatuhkan rezim," ujar para pengunjuk rasa. Semboyan itu merupakan semboyan pemberontakan Arab Spring 2011.

Para pengunjuk rasa, yang mengatakan mereka tidak mewakili partai politik tertentu, juga menuntut pelayanan kesehatan yang lebih baik dan pekerjaan yang lebih layak. "Kami menginginkan pemerintahan," teriak seorang pengunjuk rasa kepada seorang reporter TV.

“Saya di sini untuk memerangi korupsi negara. Kami di sini untuk menuntut layanan sosial. Kami membutuhkan hak kami. Kami perlu hidup sebagai manusia. Kami membutuhkan pemerintah kami untuk menghormati kami,” kata Michel al-Hajj, seorang pengunjuk rasa, dikutip The Washington Times.

Sistem politik Lebanon bersifat sektarian. Faksi-faksi agama berbagi kekuasaan untuk mempertahankan keseimbangan yang rapuh selama bertahun-tahun setelah perang saudara di negara itu berakhir pada 1990. Namun, para politikus terpecah terkait perang di Suriah yang seringkali melumpuhkan pengambilan keputusan di Lebanon.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement