Senin 24 Dec 2018 12:28 WIB

Wakaf dalam Catatan Sejarah Peradaban Islam

Pertama kali ibadah wakaf dicontohkan oleh Umar bin Khattab.

Ilustrasi Wakaf
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Wakaf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Secara bahasa wakaf berasal dari kata waqf yang berarti menahan, mengekang, menghentikan.  Sehingga, wakaf dapat didefinisikan: menghentikan perpindahan hak milik atas suatu harta yang bermanfaat dan tahan lama dengan cara menyerahkan harta itu kepada pengelola, baik perorangan, keluarga maupun lembaga, untuk digunakan bagi kepentingan umum di jalan Allah SWT.

Wakaf hukumnya sunah, berpahala bagi yang melakukannya dan tak berdosa bagi yang tak melakukannya.  Ibadah wakaf didasari oleh Alquran surat Ali Imran ayat 92,'' Kalian sekali-kali tidak sampai pada kebaktian (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.''

Menurut catatan Sejarah Peradaban Islam, pertama kali ibadah wakaf dicontohkan oleh Umar bin Khattab. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim,  Umar bin Khattab berkata kepada Rasulullah SAW, ''Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki sebidang tanah di Khaibar, yang aku belum pernah memiliki tanah sebaik itu. Apa Nasihat engkau kepadaku?''

Rasulullah SAW menjawab, ''Jika engkau mau, wakafkanlah tanah yang ada di Khaibar (sekitar kota Madinah) itu dengan pengertian tak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan.  Umar bin Khattab kemudian menyedehkahkan hasil tanah itu kepada fakir miskin, kerabat serta digunakan pula untuk memerdekakan budak, kepentingan di jalan Allah SWT, orang terlantar dan tamu.

Dalam hadis Muttafaq 'Alaih (sahih menurut Bukhari dan Muslim) disebutkan, ''Tak ada dosa bagi orang yang mengurusnya (nazir atau pengelola wakaf) memakan sebagian harta itu secara patut atau memberi makan keluarganya, asal tidak untuk mencari kekayaan.''

Wakaf merupakan ibadah sunah yang istimewa. Sebab, pahala wakaf tidak akan terputus sepanjang manfaat harta yang diwakafkan itu masih dapat diambil, meski orang yang mewakafkannya telah meninggal dunia. Oleh karena itu, wakaf tergolong kepada  ke dalam kelompok amal jariah (yang mengalir).

Rasulullah SAW bersabda, ''Setiap amal perbuatan manusia akan terputus (pahalanya), kecuali tiga macam amal; pertama, sedekah jariyah, kedua anak shaleh yang mendoakan orangtuanya dan ketiga, ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan.''

Ada lima rukun wakaf. Pertama, waqif (orang yang berwakaf). Syarat seorang waqif, pemilik sah dari harta yang diwakafkan, dewasa, tidak boleh memiliki utang, jika seluruh harta yang akan diwakafkan hanya cukup untuk membayar utang. Kedua, mauquf (harta yang diwakafkan) tahan lama dan bermanfaat. Bisa berbentuk tanah, bangunan serta uang.

Ketiga, mauquf 'alaih (tujuan wakaf), yakni untuk kentingan umum sebagai upaya mencari keridhaan Allah SWT. Keempat, sifat wakaf. Yakni, kata-kata atau pernyataan yang diucapkan orang berwakaf, harus jelas dan lebih baik tertulis serta ada saksi yang dianggap patut dalam akad wakaf.  Kelima, penerima yang akan mengelola harta wakaf itu, baik perorangan maupun lembaga pengelola wakaf yang disebut nazir, mengucapkan kabul (menerima). Jika tak ada nazir, maka peneriman ikrar wakaf dilakukan oleh hakim.

Disarikan dari Ensiklopedi Islam terbitan PT Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement