Rabu 26 Dec 2018 16:37 WIB

ISIS Klaim Serang Kemenlu Libya yang Tewaskan Tiga Orang

Libya dirundung konflik internal sejak Gaddafi digulingkan 2011.

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Nashih Nashrullah
Pemuda Libya mengacungkan jari tangan tanda kemenangan ketika melintas di depan gedung Al-Ajaylat yang kini dikuasai pemberontak, sekitar 120 kilometer barat Tripoli, Libya.
Foto: AP
Pemuda Libya mengacungkan jari tangan tanda kemenangan ketika melintas di depan gedung Al-Ajaylat yang kini dikuasai pemberontak, sekitar 120 kilometer barat Tripoli, Libya.

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI – Sedikitnya tiga orang tewas dalam sebuah ledakan yang diikuti baku tembak di Kementerian Luar Negeri Libya di Tripoli, Selasa (25/12) waktu setempat. Menurut laporan televisi lokal, serangan dilancarkan beberapa "teroris." 

Seperti dikutip Aljazeera, sejumlah saksi mata melihat asap akibat ledakan di sekitar Kemenlu Libya. Pada Rabu (26/12) pagi, Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL) mengaku bertanggung jawab atas serangan itu melalui situs web Amaq. 

Gumpalan asap terlihat naik dari gedung ketika ambulan, paramedis dan pasukan keamanan berkumpul di luar gedung Kemenku Libya. Pasukan keamanan menutup daerah itu dan mengambil kendali atas semua bangunan di sekitar markas kementerian luar negeri. 

"Semua orang dan karyawan telah diperintahkan untuk segera mengevakuasi bangunan," ujar wartawan Aljazeera, Mahmoud Abdelwahed langsung dari Tripoli. 

Abdelwahed mengatakan, seorang pejabat keamanan tewas dalam serangan itu, sementara sumber-sumber keamanan melaporkan seorang pegawai negeri sipil yang memimpin departemen di Kementerian Luar Negeri juga termasuk di antara para korban. 

Sementara itu, sumber dari Brigade Revolusi Tripoli (salah satu kelompok bersenjata terkuat di ibu kota) mengatakan, juru bicara mereka, Abdulrahman Mazoughi, tewas dalam serangan itu. 

Kementerian mengecam serangan terhadap pegawainya. "Orang-orang Libya berperang melawan terorisme atas nama dunia," ujar kementerian dalam sebuah pernyataan. 

Libya diketahui terpecah belah oleh perebutan kekuasaan dan dirusak ketidakamanan kronis sejak pembunuhan Muammar Gaddafi pada 2011.

Negara ini memiliki setidaknya dua pemerintahan saingan. 

Satu berpusat di ibu kota Tripoli, diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan satu lagi di kota timur Tobruk. Ada juga kelompok bersenjata lain yang berlomba memperebutkan kekuasaan dan kekayaan negara. 

Para pembom bunuh diri menargetkan sejumlah lembaga vital Libya ketika kelompok-kelompok bersenjata mengambil keuntungan dari situasi politik yang kacau. 

"Kami telah dihabisi oleh pertempuran internal dan persaingan kami sendiri," ujar Menteri Dalam Negeri Fathi Bashagha. 

Itulah sebabnya, kata dia, mereka tidak bisa memiliki pasukan keamanan resmi yang dilengkapi dan dilatih dengan baik untuk mencegah serangan seperti itu. “Kami memiliki banyak tantangan tetapi kami tidak akan pernah menyerah," tambah Bashagha. 

Menteri Luar Negeri Mohamed Sayalah meminta bantuan masyarakat internasional dan menyerukan pencabutan embargo senjata PBB di Libya, yang diperkenalkan pada 2011 ketika negara berkecamuk dalam kekacauan. 

"Ini adalah pesan kepada komunitas internasional. Kami telah menuntut agar embargo senjata terhadap Libya dicabut," katanya. 

Dia menyebutkan, keamanan tidak dapat dipertahankan di Libya kecuali Dewan Keamanan PBB memberi kami pengecualian dengan sebagian mengangkat embargo senjata pada senjata tertentu sehingga kami dapat memerangi terorisme.  

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement