REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Tim kuasa hukum Billy Sindoro membantah kliennya terlibat dalam kasus suap terkait perizinan proyek Meikarta seperti yang dituduhkan penuntut umum dalam surat dakwaan. Dakwaan telah dibacakan jaksa KPK pada persidangan pekan lalu.
"Bahwa terdakwa (Billy Sindoro) telah pensiun sebagai eksekutif Siloam Hospitals sejak 2015 sehingga tidak memiliki kapasitas atau kewenangan untuk ikut campur tangan dalam proyek yang sedang dikerjakan," ujar pengacara Billy Sindoro, Ervin Lubis, dalam sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Rabu (26/12).
Menurut Ervin, Billy bukan bagian dari pejabat struktural Meikarta yang pelaksana pembangunannya dilakukan oleh PT Mahkota Sentosa Utama. Billy menjabat sebagai pegawai nonstruktural di Siloam Hospital di bidang pelayanan kesehatan dan rumah sakit.
Billy diklaim tidak mempunyai peranan dalam operasional maupun pengurusan perizinan proyek Meikarta. "Terdakwa tidak memiliki kapasitas atau kewenangan untuk memberikan perintah atau melakukan pengurusan proses perizinan atau mencairkan uang," katanya.
Dalam dakwaan, Billy Sindoro terlibat dalam melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, yakni memberi sesuatu berupa uang senilai Rp 16,182 miliar. Selain itu, diungkap pula soal hubungan Billy dengan terdakwa lainnya, yakni Fitradjadja Purnama dari PT Mahkota Sentosa Utama yang mengurus perizinan.
Menurut Ervin, hubungan dengan Fitradjadja karena memiliki keinginan untuk mengusulkan kepada Siloam Hospital agar membuka rumah sakit untuk CSR di Meikarta. "Sambil menunggu selesainya proyek Meikarta yang nanti di dalamnya akan dibangun kompleks Siloam Hospital yang masif dan modern," katanya.
Oleh karena itu, tim pengacara Billy Sindoro meminta majelis hakim untuk menolak dakwaan jaksa. Karena, menurut tim pengacara Billy, dakwaan tidak sesuai dengan fakta keterlibatan kliennya dalam proyek Meikarta.
"Meminta majelis hakim untuk menerima keberatan dari tim penasihat hukum, menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau surat dakwaan tidak dapat diterima," katanya.
Jaksa Penuntut Umum dari KPK mendakwa Billy Sindoro, telah menyuap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi terkait perizinan proyek Meikarta. Ada delapan aliran suap yang dirinci jaksa KPK dalam dakwaan.
"Terdakwa melakukan, menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan yang harus dipandang sebagai sesuatu perbuatan berlanjut, memberi sesuatu berupa uang Rp 16.182.020.000 dan 270 ribu dolar Singapura," ujar jaksa KPK, I Wayan Riyana di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (19/12).
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Billy Sindoro melakukan suap bersama Henry Jasmen (pegawai Lippo Group), Fitradjaja Purnama (konsultan Lippo Grup) dan Taryudi (konsultan Lippo Group). Uang itu mengalir ke Neneng Hassanah Yasin sebagai Bupati Bekasi.
Para terdakwa menyuap Pemkab Bekasi supaya Neneng Hasanah menandatangani izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT), surat keputusan kelayakan lingkungan hidup serta memberikan kemudahan dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada PT Lippo Cikarang melalui PT Mahkota Sentosa Utama yang mengurus perizinan pembangunan proyek Meikarta.
Selain Neneng, beberapa pejabat lain yang ikut mendapat aliran dana tersebut, yakni Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor. Selanjutnya, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Suap Perizinan Meikarta