REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) sejak 2011 lalu melakukan riset terkait teknik pengolahan di tiga kilang yang dimiliki. Pengolahan yang dilakukan adalah mencampurkan kernel oil atau yang bisa disebut minyak kelapa sawit yang bisa langsung diolah menjadi avtur, diesel, LPG dan BBM dengan oktan di atas 90 persen.
Direktur Pengolahan Pertamina, Budi Santoso Syarif menjelaskan green fuel yang dikembangkan Pertamina selama ini sudah berhasil di lakukan di Kilang Plaju. Pada Februari 2019 mendatang Pertamina akan mencoba melakukan mekanisme yang sama di Kilang Balongan, Kilang Cilacap dan Kilang Dumai.
"Hasil kerja sama kami dengan ITB (Institut Teknologi Bandung) dengan penemuan katalis sebagai pemecah dari kernel oil nantinya kita bisa langsung produksi avtur, diesel, dan elpiji. Februari kita akan coba secara volume industri (komersial)," ujar Budi di Doble Tree Hotel, Kamis (27/12).
Katalis yang dimaksud oleh Budi merupakan hasil penelitian dari ITB. Katalis merupakan suatu zat yang dapat mempercepat dan mengarahkan reaksi kimia supaya menghasilkan produk yang diinginkan. Sehingga minyak sawit bisa menjadi BBM ramah lingkungan.
Budi menjelaskan dengan produksinya green fuel dari kilang ini maka ke depan Pertamina bisa melepas ketergantungan impor crude terutama untuk solar dan avtur. Budi menjelaskan dengan adanya proyek ini, ditengah kondisi petani sawit yang serapannya menurun di pasar internasional bisa dimanfaatkan secara maksimal di dalam negeri.
"Pemanfaatan minyak sawit diharapkan pertanian lebih sejahtera lagi, tkdn meningkat, menekan crude impor dan meningkatkan ketahanan energi," ujar Budi.
Budi mengatakan 2019 Pertamina akan fokus melakukan segala uji coba sampai pada titik akhir komersialisasi ke pelanggan. Hanya saja, kata Budi setelah riset ini, maka perlu aksi dari pemerintah berupa regulasi dan tata kelola pasokan minyak sawit dari para pengusaha sawit untuk memasok Pertamina.
Nantinya, jika sistem tersebut sudah berjalan dengan kapasitas tiga kilang tersebut maka penghematan devisa yang potensi untuk ditekan sebesar 500 juta dolar AS per tahun. "Kalau untuk Plaju saja ini sudah bisa hemat 160 juta dolar AS per tahun. Kalau tiga tiganya progress maka bisa mencapai 500 juta dolar AS per tahun," ujar Budi.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengamini hal ini. Ia mengatakan penerapan pengolahan minyak sawit di kilang tersebut berlangsung bertahap. Kilang Dumai akan mulai uji coba pengolahan minyak sawit pada Februari 2019.
"Targetnya akan menghasilkan Solar ramah lingkungan (green gasoline). Sedangkan, di Kilang Balongan dilakukan April 2018 dengan harapan bisa menghasilkan bahan bakar avtur yang ramah lingkungan," kata Rida di Kantor Kemenko Maritim, Kamis (27/12).
Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat M Sinaga yang juga ikut dalam rapat tersebut mengatakan pengolahan minyak sawit pada kilang Dumai nantinya akan diterapkan 100 persen. Jadi, akan murni mengolah sawit untuk kemudian menghasilkan solar yang ramah lingkungan.
Hal ini berbeda dengan biodiesel yang masih menggunakan campuran minyak fosil. "Ini full 100 persen crude palm oil, bisa langsung jadi diesel," ujar Sahat.