REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) memanfaatkan perkembangan teknologi untuk menjaga pasokan dan harga pangan. Salah satu terobosan yang dilakukan adalah mendorong kemudahan distribusi pangan dan efisiensi tata niaga melalui pengembangan e-commerce Toko Tani Indonesia (TTI).
Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan Agung Hendriadi mengatakan, rantai pasok antara petani sebagai produsen dengan konsumen bisa sangat panjang. Hal ini berpotensi menciptakan kondisi harga yang fluktuatif karena banyak pihak terlibat di dalamnya, "Karena itu, kami turut mengembangkan e-commerce TTI yang ditujukan untuk memangkas rantai pasok," katanya dalam Bincang Asik Pertanian Indonesia (Bakpia) di Gedung Kementan, Jakarta, Jumat (28/12).
Agung mengatakan, melalui layanan online berbasis aplikasi ini, TTI berfungsi sebagai outlet dapat memesan beras segar langsung kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Belum sampai setahun, jangkauan e-commerce TTI di wilayah Jabodetabek berkembang dengan cepat.
Tercatat, sebanyak 291 Gapoktan dan 1.140 TTI ikut dalam e-commerce, dengan transaksi penjualan mencapai Rp 8,60 miliar.
Selain e-commerce, Agung menambahkan, Kementan turut membantu proses distribusi dengan secara intensif mengendalikan pasokan pada Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN), monitoring harga pangan harian. Kegiatan operasi pasar juga dilaksanakan apabila memang dibutuhkan, sembari mengembangkan lumbung pangan masyarakat.
Agung menuturkan, aspek distribusi tidak akan berjalan maksimal apabila tidak diiringi dengan pemanfaatan pangan. Kementan sudah menjalankan program untuk mengendalikan pola konsumsi masyarakat dengan menjaga ketersediaan dan kebutuhan pangan, melalui berbagai kegiatan.
Di antaranya, mengembangkan pola konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman (B2SA), mengkampanyekan anti pemborosan dan food waste serta mendorong pemanfaatan bahan baku lokal dalam industri.
Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) juga merupakan komitmen Kementan untuk mendekatkan pusat produksi pangan ke konsumen. "Caranya melalui penyediaan pangan yang cukup, beragam, dan bergizi seimbang bagi masyarakat," ujar Agung.
Pada 2018, Kementan mencatat, setidaknya 2.300 KRPL telah dikembangkan dengan 1.000 di antaranya adalah 'desa stunting'. Pada 2019 mendatang, KRPL akan dilaksanakan di 1.600 desa stunting pada 160 kabupaten di seluruh Indonesia.
Berbagai upaya ini dinilai Agung memberikan kontribusi terhadap inflasi bahan pokok. Mengutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi dan andil kelompok pengeluaran bahan makanan dalam empat tahun terakhir mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Pada tahun 2017 merupakan tingkat inflasi terendah sepanjang sejarah yaitu 1,26 persen. Sedangkan andil pengeluaran bahan makanan terhadap inflasi di tahun yang sama terendah sepanjang 2014-2018 yaitu 0,26 persen. "Hal ini tentunya tidak terlepas dari peran sektor pertanian dalam upaya pengendalian inflasi," ujar Agung.