REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM, Antonius Ratdomopurbo mengatakan masyarakat tetap tidak boleh mendekati wilayah sekitar Gunung Anak Krakatau. Meskipun aktifitas Gunung Anak Krakatau dilaporkan tidak lagi mengeluarkan letusan strombolian (lava pijar) dan dentuman.
Purbo mengungkapkan, saat ini Gunung Anak Krakatau lebih banyak mengeluarkan letusan surtseyan bersifat impulsif tanpa dentuman.
"Jadi kita berlakukan tidak masuk kompleks Krakatau sambil kita lihat beberapa hari ke depan," ujar Purbo dalam keterangannya di Kantor ESDM, Jakarta, Jumat (29/12).
Menurutnya, saat ini status Gunung Anak Krakatau juga masih berada di level III atau siaga. Badan Geologi belum menurunkan status level dan terus melakukan pemantauan dalam beberapa hari ke depan. Saat ini masyarakat juga masih dilarang mendekati radius lima kilometer Gunung Anak Krakatau.
"Jadi Pulau Sertung dan Panjang serta Rakata tidak ada penghuni. Jadi sebenarnya tidak ada. Kalau kita tidak mendekat. Yang mendekat itu pendatang. Yang penting kita akan lihat laju magma keluar berapa. Kalau impulsif menjadi seperti ini, ndak ada bahayanya. Bahanya kalau kita dekat saja kelempar. Lumayan tho," kata Purbo.
Sebelumnya, Purbo mengatakan, pantauan Badan Geologi atas aktifitas letusan Gunung Anak Krakatau saat ini bersifat impulsif.Ia mengatakan letusan juga saat ini hanya bersifat hembusan dan tidak ada letusan dengan laju yang sangat besar.
"Kalau gunungnya meletus itu langsung lepas, asapnya menggumpal itu lari saja dan di bawahnya tidak ada yang mengikuti. Jadi seperti meletup, selesai. Kalau kemarin kan mengalir terus. Walaupun meletus masih ada asap-asapnya yang mengikuti, sekarang tidak," ujar Purbo dalam keterangannya di Kantor ESDM, Jakarta, Sabtu (29/12).
Menurut Purbo, pasca peningkatan aktifitas beberapa waktu lalu, volume Gunung Anak Krakatau mengecil dari tingginya 338 meter menjadi 110 meter. Ia mengungkap, sisa volume tubuh Gunung Anak Krakatau yang terlihat saat ini hanya 40 sampai 70 juta meter kubik.
"Maka itu kecil potensinya terjadinya longsoran besar (Gunung Anak Krakatau)" kata dia.
Menurutnya, dengan letusan bertipe surtseyan saat ini membuat potensi terjadinya tsunami juga relatif kecil. Letusan jenis itu karena terjadi dipermukaan air laut, meskipun bisa banyak menghasilkan abu, tapi tidak akan menjadi pemicu tsunami.
"Dengan jumlah volume yang tersisa tidak terlalu besar, maka potensi terjadinya tsunami relatif kecil, kecuali ada reaktivasi struktur patahan sesar yang ada di Selat Sunda," ujar Purbo.